Pemerintah
memberi kemudahan dengan menjadikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini pun dituangkan dalam Undang-Undang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Proses transisi penggunaan NIK
sebagai NPWP telah dilakukan sejak UU HPP masih dibahas bersama DPR-RI.
Penggabungan dua data tersebut nantinya akan menghasilkan data tunggal dan
menjadi sinkron dan tervalidasi sebagai data wajib pajak. Direktorat
Jendral Pajak menyatakan bahwa Wajib Pajak (WP) orang pribadi tidak lagi
melakukan pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mendapatkan NPWP. Dengan
ketentuan baru ini, maka WP orang pribadi diberi kemudahan untuk mendapatkan
NPWP, karena NIK sudah berfungsi untuk NPWP. Kebijakan tersebut untuk
memperkuat administrasi perpajakan. NIK menjadi NPWP juga akan mengintegrasikan
sistem administrasi perpajakan dan mempermudah WP orang pribadi mendapatkan
NPWP. Namun,
warga negara yang mempunyai NIK tidak semua harus membayar pajak. Hal tersebut
menjawab pertanyaan orang yang sudah memiliki KTP sudah wajib pajak atau tidak.
Karena kewajiban membayar pajak hanya bagi orang yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. NIK
sebagai pengganti NPWP tidak berarti masyarakat usia 17 tahun ke atas yang
memiliki KTP sudah harus membayar pajak. Sebelum adanya UU HPP, tarif Pajak
Penghasilan (PPh) Orang Pribadi diatur menjadi empat lapis yaitu untuk
penghasilan sampai Rp50 juta per tahun dikenakan tarif 5 persen dan di atas
Rp50 juta sampai Rp250 juta per tahun dikenakan tarif 15 persen. Kemudian
penghasilan di atas Rp250 juta sampai Rp500 juta per tahun dikenakan tarif 25
persen dan penghasilan di atas Rp500 juta per tahun dikenakan tarif sebesar 30
persen.
Sementara
melalui UU HPP, lapisan ini diperlebar yaitu untuk penghasilan Rp1 sampai Rp60
juta per tahun dikenakan tarif 5 persen, di atas Rp60 juta sampai Rp250 juta
per tahun dikenakan tarif 15 persen, dan di atas Rp250 juta sampai Rp500 juta
dikenakan tarif 25 persen. Selanjutnya, penghasilan di atas Rp500 juta sampai
Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 30 persen dan penghasilan di atas
Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 35 persen. Sebagai contoh,
seseorang memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp60 juta dalam setahun dan
berdasarkan UU PPh yang saat ini berlaku maka penghasilan orang tersebut
dikenai dua lapisan tarif yaitu 5 persen dan 15 persen. Beban pajak yang
ditanggung per tahun oleh orang tersebut adalah sebesar Rp4 juta dengan
perhitungan 5 persen dikali Rp50 juta sama dengan Rp2,5 juta dan 15 persen
dikali Rp10 juta sama dengan Rp1,5 juta. Dengan UU HPP ini, orang tersebut
diuntungkan karena hanya akan masuk ke lapisan satu dengan tarif 5 persen yang
artinya beban pajak yang ditanggung sebesar Rp3 juta dengan perhitungan 5
persen dikali Rp60 juta sama dengan Rp3 juta. Tarif tertinggi untuk orang
pribadi dengan UU sebelumnya adalah 30 persen sedangkan melalui UU HPP maka
tarif tertinggi ditetapkan sebesar 35 persen untuk Penghasilan Kena Pajak di
atas Rp5 miliar per tahun. |