• 09.00 s.d. 18.00

UU HPP dan Tantangan Masa Depan

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengatur perkembangan baru dalam praktik bisnis terkini, seperti maraknya bisnis berbasis digital. UU HPP juga tidak terlepas dari reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan dilaksanakan untuk mendukung upaya mendorong pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional melalui perbaikan sistem perpajakan agar lebih tangguh menghadapi tantangan pandemi dan dinamika lainnya. Pada saat yang sama, dari sisi kebijakan perpajakan, HPP akan memperkuat aspek pemerataan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak, serta membantu memperkuat sektor UMKM.

“UU HPP membawa kinerja perpajakan lebih dekat ke potensinya dengan memperbaiki tata kelola dan kebijakan sehingga sistem perpajakan nasional lebih siap menghadapi berbagai tantangan ekonomi ke depan . Ini merupakan langkah penting selanjutnya dari berbagai reformasi yang telah dilaksanakan sebelumnya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam siaran pers tertulis, yang kami kutip dari komitmen Pemerintah terhadap reformasi kebijakan fiskal inklusif. sebagaimana tercermin dalam UU HPP Meningkatkan belanja secara terus menerus melalui berbagai upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas anggaran harus dibarengi dengan peningkatan penerimaan.

“Keberhasilan reformasi kebijakan fiskal penting karena dapat memfasilitasi reformasi struktural lainnya, seperti mereka di sektor keuangan, kesehatan dan pendidikan untuk membangun sumber daya manusia, serta memperkuat infrastruktur secara berkelanjutan. Indonesia 20 5, melalui penciptaan lingkungan bisnis dan investasi yang kompetitif”, ujar Direktur BKF. Basis ideal reformasi perpajakan melalui UU HPP adalah aspek keadilan dan keberpihakan. Di sisi pajak penghasilan (PPh), keadilan dan objektivitas dijamin dengan meningkatkan progresifitas pajak penghasilan (OP) orang pribadi dengan memperluas kisaran penghasilan kena pajak menjadi Rp. OP tertinggi adalah 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar per tahun. lima. Sedangkan bagi Wajib Pajak UMKM OP, total PNBP ditetapkan sebesar Rp 500 juta per tahun.

Sementara itu, pemerataan dan bias di sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dicapai dengan melindungi masyarakat kecil melalui usaha-usaha bebas PPN atas barang-barang pokok, pelayanan kesehatan, pendidikan pendidikan, pelayanan sosial dan lain-lain. Sebagai bagian dari strategi reformasi administrasi perpajakan, HPP juga akan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela dengan memperkuat sistem administrasi pengendalian dan pemungutan pajak, serta memberikan kepastian hukum di bidang perpajakan. Hal ini dilakukan melalui penggunaan NIK sebagai NPWP OP, penyesuaian persyaratan kuasa wajib pajak, penunjukan pihak lain sebagai pemegang/pemungut pajak, penguatan kerja sama pemungutan pajak antar negara, dan penyelenggaraan implementasi General Agreement Procedures (MAP).

“Dengan berbagai perubahan kebijakan dan peningkatan kinerja administrasi perpajakan, UU HPP diharapkan berdampak positif terhadap penerimaan pajak. Dalam jangka pendek pada tahun 2022, pemungutan pajak diperkirakan akan tumbuh cukup tinggi dengan tarif pajak sekitar 9% dari PDB, apalagi dalam jangka menengah, tarif pajak dapat mencapai di atas 10% dari PDB paling lambat pada tahun 2025. sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan peningkatan kepatuhan yang berkelanjutan,” kata Direktur BKF Febrio Kacaribu..

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved