UU HPP dan Tantangan Masa DepanUndang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengatur perkembangan baru dalam praktik bisnis terkini, seperti
maraknya bisnis berbasis digital. UU HPP juga tidak terlepas dari reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan dilaksanakan untuk mendukung upaya mendorong pemulihan ekonomi dan
pembangunan nasional melalui perbaikan
sistem perpajakan agar lebih tangguh
menghadapi tantangan pandemi dan dinamika lainnya. Pada saat yang sama,
dari sisi kebijakan perpajakan, HPP akan memperkuat aspek pemerataan beban pajak yang ditanggung
oleh wajib pajak, serta membantu
memperkuat sektor UMKM. “UU HPP membawa
kinerja perpajakan lebih dekat
ke potensinya dengan memperbaiki tata kelola dan kebijakan
sehingga sistem perpajakan
nasional lebih siap menghadapi
berbagai tantangan ekonomi ke depan .
Ini merupakan langkah penting selanjutnya dari berbagai reformasi
yang telah dilaksanakan
sebelumnya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio
Kacaribu dalam siaran pers
tertulis, yang kami kutip dari komitmen
Pemerintah terhadap reformasi kebijakan fiskal inklusif. sebagaimana tercermin dalam UU HPP Meningkatkan belanja secara terus menerus melalui berbagai
upaya peningkatan efisiensi dan
efektivitas anggaran harus dibarengi
dengan peningkatan penerimaan. “Keberhasilan reformasi kebijakan fiskal penting karena dapat memfasilitasi reformasi struktural lainnya, seperti mereka di sektor keuangan, kesehatan dan pendidikan untuk membangun sumber daya manusia, serta memperkuat infrastruktur secara berkelanjutan. Indonesia 20 5, melalui
penciptaan lingkungan bisnis dan
investasi yang kompetitif”, ujar
Direktur BKF. Basis ideal
reformasi perpajakan melalui UU HPP adalah aspek keadilan dan keberpihakan. Di
sisi pajak penghasilan (PPh), keadilan dan objektivitas dijamin dengan meningkatkan progresifitas pajak penghasilan (OP) orang pribadi dengan memperluas kisaran penghasilan kena
pajak menjadi Rp. OP tertinggi adalah 35% untuk penghasilan kena
pajak di atas Rp 5 miliar per
tahun. lima. Sedangkan bagi Wajib Pajak
UMKM OP, total PNBP ditetapkan sebesar
Rp 500 juta per tahun. Sementara itu, pemerataan dan bias di
sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dicapai
dengan melindungi masyarakat kecil melalui usaha-usaha bebas PPN atas
barang-barang pokok, pelayanan
kesehatan, pendidikan
pendidikan, pelayanan sosial dan
lain-lain. Sebagai bagian dari
strategi reformasi administrasi perpajakan, HPP juga akan mendorong peningkatan
kepatuhan sukarela dengan memperkuat sistem administrasi pengendalian dan pemungutan pajak, serta memberikan kepastian
hukum di bidang perpajakan. Hal
ini dilakukan melalui penggunaan NIK sebagai NPWP OP, penyesuaian persyaratan
kuasa wajib pajak, penunjukan
pihak lain sebagai pemegang/pemungut
pajak, penguatan kerja sama pemungutan pajak antar negara, dan penyelenggaraan implementasi General
Agreement Procedures (MAP).
“Dengan berbagai perubahan kebijakan dan peningkatan kinerja administrasi perpajakan, UU HPP diharapkan berdampak positif terhadap penerimaan pajak. Dalam jangka pendek pada tahun 2022, pemungutan pajak diperkirakan akan
tumbuh cukup tinggi dengan tarif pajak
sekitar 9% dari PDB, apalagi dalam jangka menengah, tarif pajak dapat mencapai di atas 10% dari PDB paling lambat pada tahun 2025. sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan peningkatan kepatuhan
yang berkelanjutan,” kata Direktur
BKF Febrio Kacaribu.. |