UU HPP: Program Pengungkapan Sukarela Wajib
Pajak Jalan Tahun DepanDewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) dalam Sidang
Paripurna DPR RI ketujuh, hari ini Kamis (7/10/2021). UU HPP diharapkan menjadi
komponen penting dalam reformasi perpajakan, terutama dalam menuju sistem
perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel. UU HPP
memuat enam kelompok materi utama yang terdiri dari 9 bab dan 19 Pasal, yaitu
mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam beberapa UU perpajakan, baik UU
Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), UU Pajak Penghasilan (UU PPh), UU Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN), UU Cukai,
Program Pengungkapan Sukarela (PPS), dan memperkenalkan Pajak Karbon. Dalam
program pengungkapan sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid 2 ini, wajib pajak
bisa menyampaikan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan sejak 1
Januari 1985 sampai 31 Desember 2015 kepada Dirjen Pajak melalui Surat
Pernyataan. UU HPP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi
perpajakan, ditujukan untuk meningkatkan tax ratio dan kepatuhan wajib pajak
agar menjadi lebih baik. Diharapkan UU HPP dapat mewujudkan keadilan serta lebih
memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan para
wajib pajak. Oleh karena itu, dengan UU HPP ini, pajak dapat hadir untuk
mendukung rakyat dan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional serta
meningkatkan keadilan di masyarakat.
Sementara
itu, Ekonom Senior dari Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony
Budiawan mengatakan, pemerintah sudah memberi pengampunan pajak atau Tax
Amnesty Jilid 1 pada 2016/2017. “Sungguh aneh dan mencurigakan. Mengapa
pemerintah rajin mengobral pengampunan pajak? Apakah rencana pengampunan pajak
ini ada hubungannya dengan Pandora Papers, agar uang illegal menjadi legal?
Alias untuk pencucian uang. Hal ini patut dicurigai,” kata Managing Director
PEPS Anthony Budiawan dalam pendapatnya, secara tertulis kepada kami. Menurut
Anthony, sesungguhnya Tax Amnesty tidak lagi diperlukan. Kecuali bagi mereka
yang mempunyai penghasilan ilegal. Atau bagi mereka yang menggelapkan pajak. “Jangan
sampai DPR yang terhormat mempunyai citra sebagai pendukung kriminal pajak,
atau pendukung pencucian uang ilegal. Semoga DPR segera menjadi lembaga
legislatif yang disegani: lembaga yang taat hukum dan lembaga pembuat hukum
untuk kepentingan rakyat banyak, bukan kepentingan kriminal keuangan,” kata
Anthony Budiawan mantan Rektor Kwik Kian Gie School of Business ini. |