UU HPP
Perkuat Sistem PerpajakanPenguatan sistem perpajakan akan meningkatkan fungsi anggaran
negara dalam hal penerimaan, terutama dalam pembangunan jangka panjang. Pengesahan Undang-Undang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (UU HPP) merupakan
bagian dari proses reformasi struktural yang
bertujuan untuk mendorong sistem perpajakan yang adil, sehat, efisien, dan akuntabel.
“Tujuan utama reformasi pajak
penghasilan (PPh) dalam undang-undang
HPP adalah untuk mewujudkan
sistem pajak penghasilan yang
lebih berkeadilan dengan kepastian
hukum sehingga dapat memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kepala Badan Kebijakan
Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu mengatakan:
Melalui undang-undang HPP,
komitmen untuk berpihak pada kelas
menengah ke bawah dibuat. Di bidang PPh, pembenahan kebijakan antara
lain pemberian insentif bagi Wajib Pajak (WP) UMKM, peningkatan tarif PPh Orang Pribadi (OP) progresif, serta pembenahan administrasi, termasuk
meningkatkan penggunaan Nomor Pokok
Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). untuk wajib pajak.
“UU HPP memperkuat asosiasi WP UKM. Hal itu dilakukan melalui pemberian insentif berupa Batasan
Penghasilan Bebas Pajak (PTKP) bagi total peredaran UMKM WP OP sampai dengan Rp 500 juta per
tahun. Artinya WP OP UMKM dengan
total pendapatan hingga Rp 500 juta per tahun tidak membayar PPh,” kata Manajer Pajak Suryo Utomo.
Selain itu, Suryo menyatakan bahwa wajib pajak UMKM masih berhak atas diskon 50% dari tarif PPh berdasarkan Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dukungan
pajak ini diharapkan dapat
meningkatkan ketahanan dan daya
saing UMKM di Indonesia.
UU HPP juga meningkatkan perkembangan
tarif PPh OP. Hal ini dilakukan dengan memperluas
jangkauan golongan penghasilan kena pajak (PKP) untuk tarif PPh OP
terendah 5n dengan menambahkan golongan
tarif pajak PPh OP tertinggi sebesar 35%. PKP OP yang dikenakan tarif pajak terendah diubah dari Rp 50
juta menjadi Rp 60 juta. Sedangkan persentase PPh OP tertinggi adalah untuk PKP di atas Rp 5 miliar.
Sementara itu, pemerintah terus
menawarkan batas PTKP untuk
wajib pajak OP, yang saat ini ditetapkan sebesar Rp ,5 juta per bulan atau Rp
5 juta per tahun untuk OP tunggal,
tambahan Rp ,5 juta per tahun dikeluarkan untuk wajib pajak yang sudah menikah, dan
tambahan Rp ,5 juta per tahun per tanggungan maksimal 3
orang. Dengan demikian, mereka yang
berpenghasilan hingga Rp ,5 juta/bulan tetap tidak dikenakan pajak penghasilan.
UU HPP mengatur reorganisasi
perlakuan pajak atas subsidi dalam bentuk barang untuk membuat
sistem PPh lebih adil. Untuk beberapa karyawan atau kelompok, kontribusi dalam bentuk barang
menjadi kena pajak kepada penerima manfaat. Namun di sisi
lain, pemberian natura dapat menjadi beban
pajak bagi perusahaan yang memberikannya.
Bentuk-bentuk tertentu dari iuran
natura tidak dikenakan pajak, antara
lain pemberian makanan dan
minuman kepada seluruh pegawai, iuran natura di daerah-daerah tertentu, iuran natura yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan, natura dari APBN atau
APBD Yayasan dan sejenis dengan jenis dan batasan
tertentu.
Selain mereformasi OP PPh, UU
HPP juga mengatur ulang tarif pajak
badan menjadi 22%. Tarif pajak
ini tetap kompetitif dan bermanfaat untuk menjaga iklim
investasi Indonesia, terutama jika
dibandingkan dengan tarif pajak
penghasilan negara lain,
seperti rata-rata negara ASEAN
(22,17%), OECD (22,81%), AS
(27,16%), dan G20 (2 ,17%).
|