Manajemen
risiko merupakan hal penting yang perlu dimiliki oleh setiap perusahaan untuk
bisa melacak dan mengelola risiko penipuan (fraud) yang disebabkan pihak
internal. Terlebih, sebagian besar kasus penipuan disebabkan pihak internal,
yang utamanya dilakukan karyawan. Hal itu berdasarkan studi yang dilakukan
Kroll bersama Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) sepanjang
Februari-Juli 2021. Terdapat 241 perusahaan di RI yang menjadi responden, baik
swasta maupun milik pemerintah, dengan level menengah ke atas atau sudah
beroperasi lebih dari 6 tahun. Studi itu menunjukkan penipuan paling sering
dilakukan oleh pihak internal perusahaan, di mana 83 persen responden
menyatakan kasus kecurangan dilakukan oleh karyawan. Modus yang paling sering
yaitu penyuapan, lalu penggelapan dalam bentuk uang, pemalsuan dokumen hukum,
dan mark up atau penggelembungan biaya. Managing
Director, Forensic Investigations & Intelligence Kroll, Deni R. Tama
mengatakan, setidaknya terdapat tiga bagian yang perlu diadopsi perusahaan agar
memiliki manajemen risiko yang baik. Ketiganya yakni tahap pencegahan, deteksi,
dan investigasi. "Jadi dari sisi pencegahan, deteksi, dan investigasi itu
mesti dilakukan secara bersama-sama, atau secara komprehensif," ujarnya
dalam diskusi bersama Kompas.com, dikutip Senin (6/6/2022). Ia menjelaskan,
dalam hal pencegahan yang perlu dimiliki perusahaan adalah kepemimpinan yang
baik. Menurut dia, sistem kebijakan yang bagus akan berfungsi optimal jika
pemimpin perusahaan ikut menerapkannya. Artinya, pemimpin perlu sejalan antara
perkataan atau kebijakannya dengan perilakunya, sehingga menciptakan kultul
yang sehat di dalam perusahaan. Selain itu, perusahaan perlu memiliki sistem
reward dan punishment untuk memberikan motivasi kepada karyawan. Perusahaan
perlu mengapresiasi karyawan yang mencapai kinerja dengan baik, dan sebaliknya
memberikan sanksi pada karyawan yang tidak mencapai kinerja atau melanggar
aturan. Deni
mengatakan, berdasarkan pengalamannya, jika perusahaan membiarkan perilaku
buruk karyawan tanpa memberikan sanksi, maka hanya akan memberikan pesan yang
salah ke seluruh organisasi perusahaan. Karyawan lain akan memandang tidak
masalah melakukan perilaku buruk. Terlebih jika perbuatan buruk itu diketahui
berdasarkan program pengaduan atau whistleblower yang dimiliki perusahaan. Jika
laporan tidak ditindak, maka berpotensi terjadinya bullying atau perundungan
terhadap pelapor, dampaknya karyawan enggan melakukan pengaduan untuk ke
depannya. Perusahaan
juga dinilai perlu memiliki sistem dan prosedur yang berjalan dengan baik,
seperti dalam istilah write what you do, do what you write. Artinya, sistem dan
prosedur yang dibuat tidak sekedar menjadi hapalan, namun benar-benar menjadi
rujukan bagi semua pihak dalam melakukan sesuatu. "Contohnya jika ingin
mengambil uang perusahaan untuk kebutuhan perjalanan dinas, maka perlu ada
pencatatan yang jelas, jika tidak ada pencatatan, maka lama-lama habis
perusahaannya," kata Deni. Selanjutnya, dalam hal deteksi, perusahaan
perlu menerapkan program pengaduan. Menurutnya, sudah banyak perusahaan yang
mengadopsi sistem ini, terutama perusahaan-perusahaan yang tercatat di pasar
modal karena diwajibkan. Kemudian, perlu juga memiliki pemetaan risiko
kecurangan (fraud risk assessment) untuk identifikasi, analisis, dan evaluasi
bagian-bagian yang rentan terhadap risiko kecurangan. Ia bilang, perusahaan
pada umumnya hanya fokus pada pendapatan dan target bisnis, tetapi seringkali
melupakan pentingnya pemetaan risiko. Tak
hanya itu, perusahaan dinilai perlu memiliki teknologi data analytics sebab
pada era digital saat ini ada bagian risiko fraud yang sulit dideteksi secara
manual, sehingga diperlukan bantuan teknologi. Seperti industri perbankan,
untuk menganalisis kerawanan perlu dilakukan dengan teknologi. "Jadi
teknologi jawabannya. Kalau ada yang bilang mahal, menurut saya lebih mahal
kerugian yang dialami karena fraud dibandingkan (investasi) teknologi,"
ungkapnya. Terakhir,
hal penting yang juga perlu ada di perusahaan adalah kemampuan melakukan
invetigasi. Deni bilang, investigasi adalah langkah terakhir jika tahap
pencegahan gagal dilakukan. Menurut dia, investigasi sangat berkaitan pada
reputasi perusahaan karena pada tahap ini maka akan diketahui bahwa kasus
tersebut seberapa besar implikasinya pada perusahaan dan siapa pihak-pihak yang
terlibat. Ia menjelaskan, Kroll sendiri memiliki bagian forensik komputer, yang
berfungsi untuk menyelidiki dan mengumpulkan bukti-bukti berupa data yang ada
pada komputer atau media penyimpanan digital. Deni menilai, di masa kini sulit
untuk melakukan investigasi tanpa forensik komputer. "Memang tidak semua
perusahaan punya forensik komputer, tapi jika memang kasusnya memerlukan
forensik komputer, maka sebaiknya gunakan itu, bisa dengan menggunakan jasa
pihak eksternal yang menyediakan hal itu," pungkas Deni.
sumber:
https://money.kompas.com/read/2022/06/07/050800426/tekan-risiko-fraud-perusahaan-harus-perhatikan-3-hal-ini-?page=2 |