Tax-Gap sebagai Strategi Serang Balik Tingkat
pemungutan PPN bruto di bawah tingkat optimal berarti ada kesenjangan antara
jumlah potensi pajak yang dapat dipungut oleh negara dan realisasi penerimaan
pajak. Selisih ini dikenal dengan istilah tax gap.
Menurut
laman bppk.kemenkeu.go.id, estimasi tax gap PPN dapat dilakukan dengan
membandingkan antara potensi penerimaan PPN dan realisasi penerimaan PPN yang
tersirat dari data pengeluaran konsumen. Dengan menggunakan pendekatan ini,
berdasarkan data pengeluaran rumah tangga sebesar Rp10.160,4 triliun, maka potensi
PPN pada tahun 2022 dapat diasumsikan sebesar Rp1.117,64 triliun. Oleh karena
itu, realisasi PPN sebesar Rp 687,6 triliun pada tahun 2022 berarti ada
kesenjangan pajak sekitar 38%. Angka ini patut diperhatikan dan penting untuk
memperkuat penerimaan negara.
Menganalisis
elemen-elemen penghitungan tax gap memungkinkan otoritas pajak untuk
mengidentifikasi variabel-variabel kebocoran penerimaan pajak dan merumuskan
kebijakan untuk mengantisipasi hal ini dan memperbaiki sistem pemungutan pajak
dalam jangka panjang.
Secara khusus, ada banyak elemen PPN yang dapat dipertimbangkan, seperti memperluas basis pajak dengan meninjau kembali penerapan fasilitas PPN, mempertimbangkan kembali pembatasan kategori Pengusaha Kena Pajak, dan mengawal pemberlakuan PPN atas PMSE. Dengan demikian, tax gap tidak lagi dipandang sebagai tanda kelemahan atau kegagalan, melainkan sebagai peluang untuk meningkatkan potensi dan memperbaiki kuantitas dan kualitas penerimaan negara. https://www.pajak.go.id/id/artikel/neuromarketing-dan-imbasnya-pada-tax-gap |