• 09.00 s.d. 18.00

Tax-Gap sebagai Strategi Serang Balik

Tingkat pemungutan PPN bruto di bawah tingkat optimal berarti ada kesenjangan antara jumlah potensi pajak yang dapat dipungut oleh negara dan realisasi penerimaan pajak. Selisih ini dikenal dengan istilah tax gap.

 

Menurut laman bppk.kemenkeu.go.id, estimasi tax gap PPN dapat dilakukan dengan membandingkan antara potensi penerimaan PPN dan realisasi penerimaan PPN yang tersirat dari data pengeluaran konsumen. Dengan menggunakan pendekatan ini, berdasarkan data pengeluaran rumah tangga sebesar Rp10.160,4 triliun, maka potensi PPN pada tahun 2022 dapat diasumsikan sebesar Rp1.117,64 triliun. Oleh karena itu, realisasi PPN sebesar Rp 687,6 triliun pada tahun 2022 berarti ada kesenjangan pajak sekitar 38%. Angka ini patut diperhatikan dan penting untuk memperkuat penerimaan negara.

 

Menganalisis elemen-elemen penghitungan tax gap memungkinkan otoritas pajak untuk mengidentifikasi variabel-variabel kebocoran penerimaan pajak dan merumuskan kebijakan untuk mengantisipasi hal ini dan memperbaiki sistem pemungutan pajak dalam jangka panjang.

 

Secara khusus, ada banyak elemen PPN yang dapat dipertimbangkan, seperti memperluas basis pajak dengan meninjau kembali penerapan fasilitas PPN, mempertimbangkan kembali pembatasan kategori Pengusaha Kena Pajak, dan mengawal pemberlakuan PPN atas PMSE. Dengan demikian, tax gap tidak lagi dipandang sebagai tanda kelemahan atau kegagalan, melainkan sebagai peluang untuk meningkatkan potensi dan memperbaiki kuantitas dan kualitas penerimaan negara.


sumber : Oleh: Naila Alfianul Habibah, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

https://www.pajak.go.id/id/artikel/neuromarketing-dan-imbasnya-pada-tax-gap

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved