• 09.00 s.d. 18.00

Tantangan Pendidikan Kita

Tantangan Pendidikan Kita

Kenyataannya, kita mengalami banyak perubahan dalam perkembangan pendidikan. Idealnya, pemerintah menyarankan agar pendidikan membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Namun dalam penerapannya tentu tidak bisa dibedakan dengan permasalahan dan persoalan. Ini adalah tantangan besar bagi setiap guru.

 Perubahan sistem kurikulum yang diperkenalkan oleh pemerintah dengan jadwal cepat membawa tantangan tersendiri bagi para guru untuk cepat beradaptasi dan mengembangkan kemampuannya agar dapat mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan yang diharapkan. Masalah lain yang menantang bagi para pendidik adalah pesatnya perkembangan teknologi di era digital dan milenial saat ini. Era tersebut juga dikenal sebagai lahirnya Generasi Z.

 Menurut Tabrani Yunis (www.education.id: 2018), kita mengenal Generasi Z sebagai generasi yang lahir di internet, generasi yang menikmati keajaiban teknologi. Setelah Internet lahir. Apa jadinya lembaga pendidikan kita yang masih didominasi oleh generasi Y dan X. Sangat berbahaya jika guru Gen X tidak siap menghadapi kemajuan gaya hidup Gen Z. Pasalnya, penyelenggara pendidikan masih dipimpin oleh generasi tua, Gen X, yang rata-rata buta huruf secara teknis. Akibatnya, terjadi gap atau kesenjangan yang dalam antara guru dan siswa. Di sana, guru atau dosen bergerak dan berpikir dengan cara kuno, sedangkan mahasiswa bergerak dan berpikir dengan model milenial yang memperoleh teknologi digital dengan sangat cepat.

 Kondisi ini menjadi tidak sehat, tantangan bagi guru yang sudah ketinggalan zaman, sehingga menempatkan guru pada posisi yang genting. Bersemangat untuk menghadapi perubahan cepat yang terjadi sangat cepat dengan anak-anak milenial dan Gen Z seiring dengan cepatnya perubahan perilaku dan kepribadian yang disebabkan oleh semakin bebasnya perubahan nilai-nilai moral, sosial dan budaya baru di mana moralitas, etika dan moralitas. semakin menghilang. Dengan kata lain, meskipun anak-anak milenial dan generasi X menguasai semua kemajuan TIK, namun mereka tidak teralihkan oleh teknologi sehingga perkembangan anak lebih cepat dari usianya. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan teknologi digital memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat daripada guru. Dengan begitu, pengetahuan siswa bisa lebih luas, apalagi jika semangat dan kemauan belajar guru yang lahir di Generasi X rendah. Nanti gurunya bisa telat, tidak ada waktu.

 Kekhawatiran lain adalah cepatnya anak-anak Milenial dan Gen Z memperoleh teknologi digital tanpa iman dan akhlak mulia, menyebabkan banyak anak terperosok dalam apa yang disebut kerusakan moral. Perkembangan siswa-siswa ini jika tidak dikendalikan dengan benar dan bijak akan menghasilkan generasi milenial dan anak-anak generasi Z yang berakhlak rendah. Jika moral hilang, menjadi tantangan berat bagi guru dan masyarakat negara.

 Inilah titik balik bahwa kita harus sekali lagi membuka lembaran pendidikan kita. Kita perlu memahami kembali Ki Hajar Dewantara sebagai seorang pendidik Indonesia mengisyaratkan visinya untuk pendidikan kita. Ia melihat bahwa pendidikan harus dilihat dari sudut pandang manusia yang lebih bersifat psikologis. Menurutnya, manusia memiliki kekuatan spiritual yaitu daya cipta, karsa dan karya. Perkembangan manusia seutuhnya membutuhkan perkembangan yang seimbang dari semua kekuatan. Perkembangan yang terlalu berfokus pada satu kekuatan saja menyebabkan perkembangan yang tidak lengkap sebagai pribadi. Dikatakannya, pendidikan yang hanya menekankan aspek intelektual saja, menjauhkan peserta didik dari masyarakat. Dan ternyata hingga saat ini hanya pengembangan kreativitas yang ditekankan dalam pendidikan, sedikit perhatian diberikan pada pengembangan rasa dan karsa. Jika terus berlanjut, itu membuat orang menjadi kurang manusiawi atau kurang manusiawi.

 Mempertimbangkan hal di atas, sudah saatnya para pedagog melanjutkan pengembangan diri untuk melakukan perubahan dalam pengajaran. Sudah saatnya para pendidik mengambil langkah konkrit untuk maju dan terus belajar sehingga dapat memberikan tuntunan yang diharapkan untuk menjadikan manusia lebih manusiawi. Pada titik ini, penting untuk kembali pada misi sentral pendidikan yang sesungguhnya, yaitu membangun manusia yang berkarakter dan berkepribadian sempurna baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.

 Selain itu, seorang kultivator harus memiliki pikiran dan pandangan yang terbuka. Dengan perubahan teknologi yang begitu mendasar, kita tidak bisa menutup mata terhadap kemajuan zaman. Pendidik harus melek teknologi, namun juga diimbangi dengan penanaman karakter dan kepribadian anak yang baik.

 Guru efektif unggul dalam pengajaran, hubungan (hubungan dan komunikasi) dengan siswa dan anggota komunitas sekolah, dan hubungan dan komunikasi dengan pihak lain (orang tua, dewan sekolah, lingkaran dekat), aspek administrasi menjadi guru, dan sikap profesionalisme. . Sikap profesional tersebut meliputi keinginan untuk berkembang dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu penting juga untuk mengembangkan etos kerja yang positif, yaitu melakukan pekerjaan, menjaga harga diri saat bekerja, dan melayani masyarakat. Dalam konteks ini, fisik, mental, sosial, kepribadian, nilai-nilai dan spiritualitas profesional, serta kemampuan bertindak sebagai motivator juga penting. Singkatnya, untuk memanusiakan setiap peserta didik seutuhnya, perlu peningkatan kualitas kerja yang profesional, produktif dan kolaboratif.

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved