Tantangan Pendidikan
Kita Kenyataannya,
kita mengalami banyak perubahan dalam perkembangan pendidikan. Idealnya,
pemerintah menyarankan agar pendidikan membawa perubahan ke arah yang lebih
baik dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Namun dalam penerapannya tentu
tidak bisa dibedakan dengan permasalahan dan persoalan. Ini adalah tantangan
besar bagi setiap guru. Perubahan sistem kurikulum yang diperkenalkan
oleh pemerintah dengan jadwal cepat membawa tantangan tersendiri bagi para guru
untuk cepat beradaptasi dan mengembangkan kemampuannya agar dapat
mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan yang diharapkan. Masalah lain yang
menantang bagi para pendidik adalah pesatnya perkembangan teknologi di era
digital dan milenial saat ini. Era tersebut juga dikenal sebagai lahirnya Generasi
Z. Menurut Tabrani Yunis (www.education.id:
2018), kita mengenal Generasi Z sebagai generasi yang lahir di internet,
generasi yang menikmati keajaiban teknologi. Setelah Internet lahir. Apa
jadinya lembaga pendidikan kita yang masih didominasi oleh generasi Y dan X.
Sangat berbahaya jika guru Gen X tidak siap menghadapi kemajuan gaya hidup Gen
Z. Pasalnya, penyelenggara pendidikan masih dipimpin oleh generasi tua, Gen X,
yang rata-rata buta huruf secara teknis. Akibatnya, terjadi gap atau kesenjangan
yang dalam antara guru dan siswa. Di sana, guru atau dosen bergerak dan
berpikir dengan cara kuno, sedangkan mahasiswa bergerak dan berpikir dengan
model milenial yang memperoleh teknologi digital dengan sangat cepat. Kondisi ini menjadi tidak sehat, tantangan
bagi guru yang sudah ketinggalan zaman, sehingga menempatkan guru pada posisi
yang genting. Bersemangat untuk menghadapi perubahan cepat yang terjadi sangat
cepat dengan anak-anak milenial dan Gen Z seiring dengan cepatnya perubahan
perilaku dan kepribadian yang disebabkan oleh semakin bebasnya perubahan
nilai-nilai moral, sosial dan budaya baru di mana moralitas, etika dan
moralitas. semakin menghilang. Dengan kata lain, meskipun anak-anak milenial
dan generasi X menguasai semua kemajuan TIK, namun mereka tidak teralihkan oleh
teknologi sehingga perkembangan anak lebih cepat dari usianya. Mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan teknologi digital memungkinkan
siswa untuk belajar lebih cepat daripada guru. Dengan begitu, pengetahuan siswa
bisa lebih luas, apalagi jika semangat dan kemauan belajar guru yang lahir di
Generasi X rendah. Nanti gurunya bisa telat, tidak ada waktu. Kekhawatiran lain adalah cepatnya anak-anak
Milenial dan Gen Z memperoleh teknologi digital tanpa iman dan akhlak mulia,
menyebabkan banyak anak terperosok dalam apa yang disebut kerusakan moral.
Perkembangan siswa-siswa ini jika tidak dikendalikan dengan benar dan bijak
akan menghasilkan generasi milenial dan anak-anak generasi Z yang berakhlak
rendah. Jika moral hilang, menjadi tantangan berat bagi guru dan masyarakat
negara. Inilah titik balik bahwa kita harus sekali
lagi membuka lembaran pendidikan kita. Kita perlu memahami kembali Ki Hajar
Dewantara sebagai seorang pendidik Indonesia mengisyaratkan visinya untuk
pendidikan kita. Ia melihat bahwa pendidikan harus dilihat dari sudut pandang
manusia yang lebih bersifat psikologis. Menurutnya, manusia memiliki kekuatan
spiritual yaitu daya cipta, karsa dan karya. Perkembangan manusia seutuhnya
membutuhkan perkembangan yang seimbang dari semua kekuatan. Perkembangan yang
terlalu berfokus pada satu kekuatan saja menyebabkan perkembangan yang tidak
lengkap sebagai pribadi. Dikatakannya, pendidikan yang hanya menekankan aspek
intelektual saja, menjauhkan peserta didik dari masyarakat. Dan ternyata hingga
saat ini hanya pengembangan kreativitas yang ditekankan dalam pendidikan,
sedikit perhatian diberikan pada pengembangan rasa dan karsa. Jika terus
berlanjut, itu membuat orang menjadi kurang manusiawi atau kurang manusiawi. Mempertimbangkan hal di atas, sudah saatnya
para pedagog melanjutkan pengembangan diri untuk melakukan perubahan dalam
pengajaran. Sudah saatnya para pendidik mengambil langkah konkrit untuk maju
dan terus belajar sehingga dapat memberikan tuntunan yang diharapkan untuk
menjadikan manusia lebih manusiawi. Pada titik ini, penting untuk kembali pada
misi sentral pendidikan yang sesungguhnya, yaitu membangun manusia yang
berkarakter dan berkepribadian sempurna baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat. Selain itu, seorang kultivator harus memiliki
pikiran dan pandangan yang terbuka. Dengan perubahan teknologi yang begitu
mendasar, kita tidak bisa menutup mata terhadap kemajuan zaman. Pendidik harus
melek teknologi, namun juga diimbangi dengan penanaman karakter dan kepribadian
anak yang baik.
Guru efektif unggul dalam pengajaran, hubungan
(hubungan dan komunikasi) dengan siswa dan anggota komunitas sekolah, dan
hubungan dan komunikasi dengan pihak lain (orang tua, dewan sekolah, lingkaran
dekat), aspek administrasi menjadi guru, dan sikap profesionalisme. . Sikap
profesional tersebut meliputi keinginan untuk berkembang dan keinginan untuk
mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu penting juga untuk mengembangkan
etos kerja yang positif, yaitu melakukan pekerjaan, menjaga harga diri saat
bekerja, dan melayani masyarakat. Dalam konteks ini, fisik, mental, sosial,
kepribadian, nilai-nilai dan spiritualitas profesional, serta kemampuan
bertindak sebagai motivator juga penting. Singkatnya, untuk memanusiakan setiap
peserta didik seutuhnya, perlu peningkatan kualitas kerja yang profesional,
produktif dan kolaboratif. |