Pada
2021, isu berkelanjutan atau sustainability
semakin gencar digaungkan dalam berbagai bidang, termasuk dunia perbankan.
Kendati demikian, masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya
perekonomian berkelanjutan (sustainable
economy) dan dampaknya bagi lingkungan serta kehidupan di masa mendatang.
Untuk itu, diperlukan dukungan dari lembaga perbankan dalam mengubah tatanan
perekonomian Indonesia yang berorientasi lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG)
melalui produk dan layanan perbankan yang berasaskan sustainability. Berdasarkan laporan dari Bank Dunia pada
Desember 2020, perekonomian Indonesia diprediksi mengalami pemulihan pada 2021.
Estimasi tingkat pertumbuhan ekonomi akan mencapai 4,4%. Kendati demikian,
perekonomian Indonesia masih rentan dengan resesi. Hal tersebut dikarenakan
pandemi Covid-19 yang masih berlangsung sehingga membuat beberapa sektor
perekonomian masih tertekan. Namun, di
saat yang bersamaan, pandemi Covid-19 telah mengubah arah dan tren bisnis,
yakni tren investasi dan perbankan berfokus pada enam aspek yang diprediksi
akan bersinar pada 2021. Keenam aspek tersebut adalah infrastruktur, mitigasi
perubahan iklim, pertanian, kesehatan, telekomunikasi dan informasi teknologi,
serta ekosistem dan keanekaragaman hayati (biodiversity).
Terlebih lagi, dari keenam aspek tersebut, ada tiga aspek yang akan membantu
mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia yakni pertanian, informasi teknologi,
dan kesehatan. Dengan demikian, pandemi Covid-19 merupakan momentum
Indonesia mempercepat transformasi menuju ekonomi hijau. Pandemi Covid-19
hendaknya dimanfaatkan sebagai momentum beralih dari pendekatan ekonomi
konvensional atau business as usual,
menuju pembangunan ekonomi hijau yang dapat membangkitkan perekonomian dan
menciptakan lapangan kerja yang lebih berkelanjutan.
Dari sisi pembiayaan, Indonesia telah menerbitkan Sovereign Global Green
Sukuk setiap tahunnya sejak 2018. Pada Juni 2020, total Global Green Sukuk yang
berhasil dihimpun mencapai USD750 juta dengan investor hijau mencapai 33,74
persen atau meningkat 29 persen dari tahun sebelumnya. Hingga November 2020,
total Green Sukuk Retail mencapai Rp5,42 triliun. Selama lima tahun
terakhir rata-rata belanja Kementerian/Lembaga untuk perubahan iklim mencapai
Rp86,7 triliun per tahun. Sekitar 88,1 persen merupakan belanja untuk
infrastruktur hijau (green infrastructure),
dan 11,9 persen untuk perumusan regulasi terkait perubahan iklim, pemberdayaan
masyarakat, dan sebagainya. Selain itu, pemerintah juga mendorong ekonomi
sirkular. Model ekonomi ini mempertahankan nilai produk, bahan baku dan sumber
daya semaksimal mungkin. Berdasarkan hasil studi kolaborasi Kementerian
PPN/Bappenas bersama UNDP Indonesia serta didukung oleh Pemerintah Kerajaan
Denmark yang berjudul The Economic,
Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia,
ekonomi sirkular dampak memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Hal ini bisa dicapai dari kombinasi peningkatan pendapatan
dengan penerapan ekonomi sirkular, serta turunnya biaya produksi melalui
optimasi Sumber Daya Alam (SDA). Ekonomi sirkular dapat meningkatkan PDB kita
pada kisaran Rp539 triliun hingga 638 triliun pada 2030. |