Perhitungan Pajak Mobil Baru Berdasarkan Emisi KarbonPemberlakuan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) berbasis emisi, atau yang lebih dikenal dengan pajak karbon, berlaku sejak Sabtu (16 Oktober 2021). Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kendaraan Yang Dikenakan PPnBM yang diterbitkan pada 16 Oktober 2021 dan mulai berlaku dua tahun kemudian. Aturan tersebut juga mengatur pengenaan pajak baru yang berasal dari PPnBM atas kendaraan bermotor ramah emisi, yang terbagi atas kendaraan listrik murni, kendaraan sel bahan bakar (FCEVs). ) dan kendaraan hibrida (PHEVs). Aturan tersebut mengubah aturan lama, yakni PP No 1 Tahun 2021 dan PP No 22 Tahun 2021 yang mengatur penerapan PPnBM pada kendaraan bermotor berdasarkan roda penggerak, mesin, dan bentuk bodi. Berkat peraturan baru tersebut, dipastikan pengenaan pajak PPnBM akan lebih adil karena tidak lagi mempertimbangkan citra. Dengan demikian, segmen sedan di Indonesia diharapkan mampu bersaing. Di sisi lain, segmen Low-Cost Green Car (LCGC) akan terkena dampak kenaikan karena tidak lagi diuntungkan dengan keistimewaan PPnBM 0%, sebesar 3%. Berikut penerapan tingkat PPnBM berdasarkan emisi yang dihasilkan:
Kendaraan bermesin bensin di bawah 3000 cc Semua mobil dengan kapasitas mesin di bawah 3000 cc akan dikenakan tarif pajak PPnBM sebesar 15%. Namun jika pada saat pengujian tingkat efisiensinya lebih tinggi dari 15,5 km/liter atau emisi CO2 lebih tinggi dari 150 gram/km, maka harganya akan lebih mahal. Ini merupakan peningkatan 10% dari penerapan PPnBM lama. Mobil seperti Toyota Avanza, Daihatsu Rush, hingga Toyota Raize dipastikan akan
mengalami kenaikan harga. Demikian
pula untuk kendaraan di segmen LCGC, sampai saat ini belum ada ketentuan derivatif pengenaan pajak PPnBM yang dijanjikan sebelumnya sebesar 3%. Belum lagi jika kendaraan ditautkan, performanya hanya bisa di 11,515,5 km/liter
atau kadar CO2 150-200 gram/km, besaran PPnBM yang diterapkan akan 20%. Biaya PPnBM 25% akan berlaku jika kendaraan hanya mampu mencapai efisiensi energi
9.311.5 km/liter atau emisi CO2 200.250
gram/liter. Pajak PPnBM tertinggi
untuk kelas ini adalah 0%. Konsumsi
bahan bakar yang optimal adalah 9,3 km/liter atau CO2 Liter
udara 250 gram per liter. Namun pada
beberapa model seperti Toyota Fortuner,
harga bensin akan lebih murah (dari 0% menjadi 25%)
karena tidak termasuk dalam
kelompok kendaraan berkapasitas 2.500cc atau lebih. Kendaraan dengan mesin diesel di bawah 3000cc Seperti mobil bensin,
kendaraan diesel juga akan mendapatkan keuntungan
dari penyesuaian tarif PPnBM. Di antara
mereka, tarif terendah adalah
15 persen. Namun syaratnya, kendaraan yang bersangkutan harus
memiliki efisiensi bahan bakar tidak
lebih dari 17,5 km/liter atau
tingkat emisi CO2 kurang dari 150 gram/km.
Jika Anda lulus, Anda akan dikenakan PPnBM 20%. Namun perlu diingat
bahwa batas efisiensi bahan
bakar hanya 1317,5 km/liter
atau emisi CO2 dari 150 hingga 200
gram/km. Sedangkan mobil diesel dengan
efisiensi 9.311.5 km/liter atau CO2 di atas 200250 gram/liter akan dikenakan
biaya PPnBM 25%. Mobil listrik
Dalam peraturan yang sama, penerapan PPnBM pada mobil listrik juga diatur. Jumlahnya cukup beragam, dari 0% hingga 15%. Tapi menariknya ada perbedaan mencolok antara kendaraan hybrid, PHEV, mild hybrid dengan kendaraan listrik, dan sel bahan bakar murni. Modelnya berbeda dengan mobil sekelasnya meski ramah lingkungan. Khusus mobil listrik murni dan FCEV dikenakan PPnBM sebesar 15% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) 0% dari harga jual. Dengan demikian, tentu sarana menautkan akan lebih murah. Sedangkan untuk PHEV dikenakan tarif pajak PPnBM sebesar 15% dengan DPP sebesar 33,33%. Syaratnya, kapasitas mesin kendaraan kurang dari 3000 cc dengan tingkat performa di atas 23 km/liter atau CO2 kurang dari 100 gram/km. Basis pajak PPnBM 15% juga berlaku untuk kendaraan hybrid hingga 3000cc dari 33,33% menjadi 6,66% dari harga jual. Kriteria tersebut berlaku untuk mesin maksimal 3000cc dengan efisiensi 18. 23 km per liter atau CO2 antara 100gram hingga 125 gram per kilometer. |