Perhitungan BPHTB BPHTB atau Bea untuk perolehan hak atas tanah
dan bangunan adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan yang
ditanggung oleh pembeli dan penjual.
Dengan demikian kedua belah pihak sama-sama bertanggung jawab untuk membayar
pajak. Segala hal yang berkaitan dengan BPH
sendiri diatur dalam Undang-Undang Pajak
Daerah dan Pajak No. 28 Tahun 2009 dengan pemerintah kabupaten atau kota sebagai pihak yang berhak
memungut dan berkaitan dengan BPHTB yaitu 5% dari total harga. setelah
dikurangi NPOPTKP. Ada 6 pihak yang tidak dikenakan BPHTB dalam
memperoleh hak atas tanah atau bangunannya yaitu: 1. Perwakilan diplomatik pos konsuler secara
timbal balik. 2. Negara melakukan pekerjaan instalasi untuk
melayani kepentingan umum atau penyelenggaraan pemerintahan. 3. Badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 4. Orang perseorangan atau organisasi karena
peralihan hak dan perbuatan hukum lainnya tanpa adanya perubahan nama. 5. Wakaf atau penerusnya. 6. Digunakan untuk keperluan ibadah. Untuk dapat
secara sah atau sah menjual dan membeli tanah atau bangunan harus
dipenuhi syarat-syarat tertentu yaitu: 1. Fotokopi KTP. 2. Fotokopi Surat Pemeritahuan Pajak Properti
dan Konstruksi (SPPT PBB) yang terutang untuk tahun pajak. 3. Salinan penerimaan setoran (STS) atau
menerima struk ATM sebagai ukti pembayaran PBB dalam 5 tahun terakhir.
4. Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan. 5. Salinan sertifikat atau akta jual beli,
girik, letter C dan lainnya
Kemudian
untuk menghitung biaya perolehan tanah
dan hak guna bangunan ada rumus yang harus Anda pahami yaitu 5% x NPOP (Nilai Peroleha
Obyek Pajak) - NPOPTKP (Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak). Dan
perlu dipahami bahwa NPOTKP setiap daerah di Indonesia berbeda-beda |