Perbedaan
Program Pengungkapan Sukarela dan Tax Amnesty Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama-sama menyetujui Undang-Undang Koordinasi Pengaturan
Perpajakan (HPP). Dalam UU HPP,
ada program pengungkapan sukarela (PPS) bagi wajib pajak. Sebelumnya, pemerintah telah mencanangkan rencana serupa
pada 2016-2017, yang disebut program pengampunan pajak atau tax amnesty, namun dalam pelaksanaannya, PPS
berbeda dengan pengampunan pajak
sebelumnya. Suryo Utomo,
Direktur Jenderal Administrasi Negara
Perpajakan, menjelaskan PPS yang tercantum dalam UU HPP berbeda dengan tax amnesty. Menurut Suryo, dalam pengampunan pajak 2016, pemerintah tidak memiliki data atau informasi tentang wajib pajak yang tidak
patuh. “Oleh karena itu, ada program yang diberikan pemerintah melalui UU HPP, yaitu Program Keterbukaan
Sukarela (PPS), yang bersifat sukarela sehingga mengambil
inisiatif dari Wajib Pajak (WP.
Tentang pelaksanaan pengampunan pajak
tahun 2016, Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) adalah wajib pajak karena baik wajib pajak orang pribadi maupun badan
yang tidak patuh pajak karena belum ada data dan informasi tentang wajib pajak. Anda untuk hadir dan melaporkan.
Dalam WEPP, pemerintah
menetapkan dua kebijakan di mana publik
dapat berpartisipasi. Pertama, kebijakan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dan Wajib Pajak Badan yang telah mengikuti program pengungkapan sukarela, dengan basis
aset diperoleh sebelum 31
Desember 2015. Penetapan tingkat final
PPh pada kebijakan pertama, dengan kisaran dari 6% sampai 11 tiga kelompok. Misalnya, pajak penghasilan final atas aset
asing tidak dipulangkan. Tarif pajak final atas pajak penghasilan adalah 8 g
properti asing dan properti nasional yang dipulangkan, dan 6 g properti asing dan properti nasional yang
dipulangkan, diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), sumber daya alam hilir (SDA) dan
energi.
Dalam kebijakan kedua, bagi Wajib Pajak, secara khusus merujuk
kepada Wajib Pajak yang belum menyatakan harta kekayaan yang
diperoleh antara tahun 2016
sampai dengan tahun 2020 dan
belum dinyatakan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Wajib Pajak berhak atas tarif pajak final sebesar 18% atas aset luar negeri yang tidak dipulangkan, 1 % atas aset luar negeri
yang direpatriasi, dan aset yang direpatriasi, aset nasional,
dan 12% atas harga aset nasional yang dipulangkan ke luar
negeri dan aset nasional yang
diinvestasikan dalam surat berharga
negara (SBN). ) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi
terbarukan.
Untuk program pengungkapan sukarela, tiga kategori diberikan kepada wajib
pajak, yang semuanya berlaku untuk program amnesti pajak sebelumnya. Berdasarkan Undang-Undang Pengampunan
Pajak No.11 tahun 2016, pada
saat itu, wajib pajak diberikan
pengampunan pajak bagi mereka
yang memiliki aset dalam atau
luar negeri yang diinvestasikan di Indonesia, dalam braket pajak penghasilan final mulai dari 2% hingga
10%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap penerapan PPS dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang belum menyatakan hartanya, untuk keringanan pajak.
|