Pembagian kelompok Pajak Wanita Kelompok
pertama, atau anak-anak yang belum dewasa, adalah anak-anak di bawah usia 18
tahun. Ketika mereka mendapatkan penghasilan, maka penghasilan tersebut
digabungkan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh orang tua mereka.
Hal ini sejalan dengan prinsip perpajakan yang menempatkan keluarga sebagai
satu kesatuan ekonomi. Kelompok
kedua adalah wanita dewasa yang belum menikah. Pemenuhan kewajiban perpajakan
untuk kelompok ini tunduk pada aturan perpajakan umum. Artinya, kewajiban
perpajakan dipenuhi sendiri oleh perempuan itu sendiri sehubungan dengan
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima atau
diperolehnya, sepanjang persyaratan subjektif dan objektif terpenuhi. Selanjutnya,
kelompok ketiga adalah wanita yang sudah menikah. Kewajiban pajak kelompok ini
disesuaikan dengan situasi dan kondisi apakah wanita yang sudah menikah
memiliki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dengan suami sahnya. Dalam
kasus wanita menikah yang memilih untuk menggabungkan harta dan penghasilan
dengan suami, kewajiban pajak melekat pada suami, yang merupakan kepala
keluarga. Jika seorang wanita dan suaminya ingin membuat perjanjian pemisahan
pendapatan dan aset, kewajiban pajak dilakukan dengan syarat dan ketentuan yang
berbeda. Kedua,
wanita menikah yang suaminya tidak memiliki penghasilan. Untuk memenuhi syarat
ini, wanita dalam kelompok ini harus menunjukkan bukti berupa surat keterangan
yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat yang menyatakan bahwa suami mereka
tidak berpenghasilan atau menerima penghasilan. Perhitungan pajak untuk
kelompok ini mencakup komponen penghasilan tidak kena pajak sebagai orang
pribadi yang menikah (PTKP) dan PTKP sebagai tanggungan. Kelompok
terakhir adalah wanita yang berstatus janda. Wanita yang berstatus janda
disebabkan oleh kematian suami atau karena keputusan pengadilan. Dalam kondisi
seperti ini, maka kewajiban pajaknya adalah wanita tersebut, sesuai dengan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dimilikinya. Namun, jika suami yang
meninggal ternyata meninggalkan harta atau usaha sebagai warisan yang belum
terbagi, maka seluruh kewajiban pajak melekat pada NPWP suami hingga warisan
tersebut dibagikan. Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perempuan dan pajak adalah dua sisi
mata uang yang sama dan saling melengkapi. Perempuan dan perpajakan sama-sama
diposisikan sebagai tulang punggung pembangunan suatu negara. Kontribusi dan
keterlibatan perempuan di berbagai sektor merupakan kesempatan bagi perempuan
untuk mengekspresikan diri dalam pembangunan negara.
Kontribusi konkret dapat dilihat dalam bentuk pembayaran pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sebagai wajib pajak. Bahkan, jika di masa depan nomor induk kependudukan diterapkan pada NPWP, kontribusi pajak dari perempuan dapat terukur dengan jelas. Oleh: Dedik
Herry Susetyo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak https://www.pajak.go.id/index.php/id/artikel/wanita-dan-pajak-tulang-punggung-negara |