Pajak Mineral Bukan Logam dan
BatuanPajak mineral dan batuan
bukan logam adalah pajak yang dikenakan
atas kegiatan pengambilan mineral dan batuan bukan logam dari sumber alam di dalam dan/atau di permukaan bumi untuk tujuan tersebut. Peraturan ini tertuang dalam Pasal 1, Nomor 29, Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 (UU PDRD). Menurut ketentuan
Pasal 1 angka 30, mineral dan batuan bukan logam termasuk dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan
batubara. Penjelasan Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2017 mengacu pada mineral bukan logam, yaitu mineral yang komposisi utamanya bukan logam,
seperti bentonit, kalsit (batugamping/batugamping),
pasir kuarsa. dan lain-lain.
Sedangkan batuan adalah suatu massa padat yang tersusun dari satu atau lebih mineral penyusun kerak bumi, baik dalam keadaan terikat (massive) maupun cair (longgar). Jenis mineral
bukan logam dan batuan yang dikenakan
pajak MBLB adalah asbes, serpih, batu semi mulia, batugamping, batu apung, batu mulia, bentonit, dolomit, feldspar
dan garam batu (halite), grafit, granit/andesit, jelly high , kalsit, kaolin
dan leusit. Tidak hanya itu, Magnesit,
Mika, Marmer, Nitrat, Obsidian, Warna Tanah, Pasir & Kerikil, Pasir Kuarsa,
Perlit & Fosfat, Tanah Penyerap (Fuller's Earth), Tanah Diatomaceous, Tanah
Liat, Alum (Alami), Tras, Yarosive, Zeolit , basal, trachyt dan mineral lainnya dan batuan non-logam.
Pajak MBLB sebagai pengganti
pajak pertambangan Kelas C pada awalnya diatur dalam UU No. 18/1997 dan UU No. 3 /2000. Karena tergantikan, maka mineral dan batuan bukan logam yang dikenai pajak MBLB seringkali sama dengan mineral golongan C. Istilah mineral C juga mengalami perubahan. Karena
pada awalnya di Indonesia klasifikasi
bahan galian mengikuti undang-undang
No. 11 Tahun 1967. Sebagai aturan, mineral dibagi menjadi 3 kelompok.
1. Mineral golongan A atau mineral strategis. Mineral tersebut diklasifikasikan sebagai
kepentingan pertahanan negara,
kepentingan negara, fasilitas
negara, dan perekonomian negara. Seperti minyak bumi, batu bara, gas alam.
2. Mineral golongan
B atau mineral penting. Mineral
ini tergolong untuk memenuhi
kebutuhan hidup banyak orang.
Seperti besi, mangan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak. 3. Bahan galian golongan C atau bahan galian diluar golongan A dan
B. Bahan galian C yaitu seperti nitrat, fosfat, asbes, talk, grafit, pasir
kuarsa, kaolin, feldspar, marmer, pasir. Kemudian UU No. 11/1967 disempurnakan
dan diganti lewat UU No. 3/2020.
Lebih jelasnya, UU No. /2009 s.t.d.d. UU No.3/2020 membagi usaha pertambangan
kedalam pertambangan mineral dan pertambangan mineral batubara. Selanjutnya, penambangan dibagi menjadi
kelompok.
1. Mineral radioaktif, misalnya:
telurium, vanadium, zirkonium,
samarium, rubidium, thorium, uranium, radium, monasit.
2. Mineral logam, seperti
tembaga, timbal, seng, aluminium,
kalium, bauksit, galena. 3. Mineral bukan logam, misalnya
intan, korundum, grafit, arsenik,
pasir kuarsa, fluorit, kriolit,
yodium, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, kuarsit, lempung.
4. Pertambangan batu, misalnya batu
apung, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatom, slate, granit, granodiorit,
andesit, gabro, peridotit, basal.
Meskipun ada perubahan, istilah mineral C kadang-kadang digunakan secara terpisah. Selanjutnya, mineral
bukan logam dan batuan berkaitan dengan kehidupan manusia. Seperti untuk bahan
peralatan rumah tangga, bangunan, obat, kosmetik, alat tulis, barang pecah
belah, hingga kreasi seni. Menjadikan pengambilan dan pemanfaatan mineral bukan
logam dan batuan banyak dilakukan pada berbagai daerah di Indonesia. Walau
begitu, pajak MBLB tidak seutuhnya diterapkan dalam suatu kabupaten/kota.
Karena mengikuti aturan dalam UU 28/2009 yang menentukan suatu jenis pajak
daerah dapat tidak dipungut jika potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan
dengan kebijakan daerah yang ditetapkan lewat peraturan daerah.
|