Kemitraan merupakan kerjasama yang dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung antara pelaku UMKM dengan usaha/perusahaan besar.
Kemitraan berdasarkan rasa saling memerlukan, mempercayai, memperkuat dan
menguntungkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UU UMKM)). Kemitraan UMKM
dengan perusahaan-perusahaan besar merupakan hal yang penting bagi peningkatan
kelas UMKM di Indonesia. Oleh karena itu, kemitraan tersebut harus terus
dikembangkan dengan prinsip saling menguntungkan antara kedua belah pihak sehingga
dapat berdaya saing. Kemitraan ini bertujuan agar UMKM Indonesia dapat menembus
rantai produksi global, meningkatkan peluang UMKM untuk “naik kelas”, dan
meningkatkan usaha UMKM menjadi lebih kompetitif. Program kemitraan ini
merupakan tindak lanjut BKPM agar terjadi kolaborasi antara UMKM dengan perusahaan-perusahaan
besar demi peningkatan kualitas UMKM dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Terdapat
10 pola kemitraan menurut Pasal 106 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021
tentang Kemudahan, Pelindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM (PP 7/2021), yaitu:
1. Inti-plasma (Pasal 107 PP 7/2021), yakni: Usaha besar sebagai
inti dengan UMKM sebagai plasma; atau Usaha menengah sebagai inti dengan UMK
sebagai plasma. Usaha yang menjadi inti dalam inti plasma memberikan pembinaan
dan mengembangkan usaha plasma dalam hal persiapan lahan sampai dengan
bimbingan manajemen usaha. 2. Subkontrak (Pasal 108 ayat (1) PP 7/2021): Usaha besar
sebagai kontraktor dengan UMKM sebagai subkontraktor; atau Usaha menengah
sebagai kontraktor dan UMK sebagai subkontraktor. Dukungan yang diberikan usaha
besar sebagai kontraktor berupa (Pasal 108 ayat (2) PP 7/2021): kemudahan dalam
mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponen; kemudahan memperoleh bahan
baku; peningkatan pengetahuan teknis produksi; teknologi; pembiayaan; dan
sistem pembayaran. 3. Waralaba, yang dapat berkedudukan sebagai pemberi waralaba
adalah usaha besar, dengan UMKM sebagai penerima waralaba. Selain itu, usaha
menengah juga dapat menjadi pemberi waralaba, dengan UMK sebagai penerima
waralaba (Pasal 109 ayat (1) PP 7/2021). Ketentuan waralaba ini merujuk pada
Peraturan Menteri Perdagangan No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Waralaba (Permendag 71/2019). Bentuk waralaba memiliki ciri khas usaha yang
menjadi keunggulan usaha tertentu sehingga tidak mudah ditiru dan dibandingkan
dengan usaha lain yang serupa (Pasal 1 angka 2 Permendag 71/2019). 4. Perdagangan
umum; di perdagangan umum, usaha besar dan UMKM bekerja sama dalam hal
pemasaran dan penyediaan lokasi usaha secara terbuka (Pasal 110 PP 7/2021). 5. Distribusi
dan keagenan; terdapat 2 bentuk kemitraan yang dapat dilakukan, diantaranya
(Pasal 111 PP 7/2021): 1) Usaha besar memberikan hak khusus kepada UMKM untuk
memasarkan barang dan jasa 2) Usaha Menengah memberikan hak khusus kepada UMK
untuk memasarkan barang dan jasa. Tentunya, hak pemasaran ini memperhatikan
ciri dari distribusi dan keagenan. Dalam distribusi, distributor bertindak untuk
dan atas namanya sendiri, sedangkan dalam keagenan, agen bertindak untuk dan
atas nama usaha yang memberikannya hak khusus (prinsipal). 6. Rantai
pasok; kemitraan rantai pasok merupakan
kerja sama antara UMKM dan usaha besar yang bergantung satu sama lain dalam
aliran barang dan jasa, untuk mengubah bahan mentah menjadi produk dalam rangka
efisiensi (Pasal 1 angka 8 PP 7/2021). Kemitraan ini meliputi pengelolaan perpindahan
produk, pendistribusian produk dan pengelolaan ketersediaan bahan baku (Pasal
112 ayat (1) PP 7/2021). Pada pola rantai pasok, terdapat 2 jenis kemitraan
(Pasal 112 ayat (2) PP 7/2021): 1) Usaha besar berkedudukan sebagai penerima
barang, dengan UMKM sebagai penyedia barang; atau 2) Usaha menengah
berkedudukan sebagai penerima barang, dengan UMK sebagai penyedia barang. 7. Bagi
hasil Dalam kemitraan bagi hasil, usaha besar
membiayai UMKM yang menjalankan usaha. Selain itu, usaha menengah juga dapat
membiayai UMK yang menjalankan usaha (Pasal 113 ayat (1) PP 7/2021).
Pihak-pihak dalam bagi hasil ini memberi kontribusi sesuai dengan kemampuan dan
sumber daya masing-masing pihak, dengan pembagian keuntungan didasarkan pada
perjanjian yang disepakati (Pasal 113 ayat (2) dan (3) PP 7/2021). 8. Kerja
sama operasional Kerja sama operasional sifatnya
sementara. Dalam hal ini, UMKM bekerja sama dengan usaha besar sampai dengan
selesainya pekerjaan. UMK juga dapat bekerja sama dengan usaha menengah dalam
pekerjaan sementara ini, sampai pekerjaan terselesaikan (Pasal 114 PP 7/2021). 9. Usaha
Patungan (joint venture) Terdapat unsur asing dalam Joint venture, diantaranya (Pasal 115
ayat (1) PP 7/2021): UMKM melakukan kemitraan dengan usaha besar asing; dan UMK
dapat melakukan kemitraan usaha dengan usaha menengah asing. Caranya, dengan
mendirikan badan usaha berbentuk perseroan terbatas sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
10. Penyumberluaran
(Outsourcing) Seperti ketentuan pada
Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Cipta Kerja, outsourcing diperuntukkan pada bidang
dan jenis usaha yang bukan merupakan pekerjaan pokok (Pasal 116 ayat (2) PP
7/2021). Dalam outsourcing, pola kemitraannya
seperti: Usaha besar sebagai pemilik pekerjaan, dengan UMKM sebagai penyedia
dan pelaksana jasa pekerjaan; atau Usaha menengah sebagai pemilik pekerjaan,
dengan UMK sebagai penyedia dan pelaksana jasa pekerjaan. Ketentuan kemitraan
outsourcing tidak terlepas dari ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan
Undang-Undang Cipta Kerja. |