1.
PPN Melalui
RUU HPP, pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) umum dari 10
persen menjadi 11 persen. Tarif pajak 11 persen ini mulai berlaku pada 1 April
tahun depan. Kemudian, pemerintah akan menaikkan kembali tarif PPN sebesar 12
persen pada tahun 2025. Di sisi lain, pembuat kebijakan mulai menerapkan sistem
multi tarif PPN dengan rentang sekitar 5 persen - 15 persen. Pemerintah juga
membebaskan tarif PPN atas beberapa barang dan jasa. Tarif PPN sebesar 0 persen
akan diterapkan atas ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena
pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak. Sebelumnya, Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati juga menyebut sembako yang sering dikonsumsi masyarakat
bisa dipajaki lebih rendah atau bahkan tidak dikenakan pajak sama sekali.
Sementara dalam jasa pendidikan, pengenaan PPN ditujukan untuk pendidikan yang
bersifat komersial dari lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan
kurikulum minimal sesuai syarat UU Pendidikan Nasional. Adapun di jasa kesehatan, pengenaan PPN ditujukan untuk jasa kesehatan yang tidak dibayar melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jasa kesehatan yang tidak dibayar oleh JKN biasanya bersifat non-esensial, seperti klinik kecantikan dan klinik estetika, maupun jasa operasi plastik. Kenaikan tarif PPN salah satunya disebabkan oleh pemungutan PPN yang dianggap tidak maksimal. Sri Mulyani bilang, Indonesia hanya bisa mengumpulkan 63,58 persen dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut. Tarif PPN 10 persen lebih rendah dibanding tarif rata-rata dunia sebesar 15,4 persen. Pengecualian barang atau jasa yang bebas PPN dianggap terlalu banyak, yakni 4 kelompok barang dan 17 kelompok jasa, sehingga terjadi distorsi dan ketimpangan kontribusi sektor usaha pada PDB dan PPN dalam negeri. 2.
PPh OP Orang
tajir dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun akan dikenakan tarif
pajak penghasilan (PPh) sebesar 35 persen. Dengan begitu, ada lapisan (bracket)
baru pada PPh OP dari yang semula 4 bracket menjadi 5 bracket. Sebelumnya,
tarif tertinggi untuk pajak penghasilan orang pribadi adalah 30 persen. Besaran
tarif didasarkan pada penghasilan wajib pajak (WP) atau masyarakat. Lapisan
pertama untuk penghasilan Rp 60 juta per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 5
persen. Lapisan kedua untuk penghasilan di kisaran Rp 60 juta - Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif PPh OP sebesar 15 persen. Lapisan ketiga untuk penghasilan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta per tahun maka dikenakan tarif 25 persen Pada lapisan selanjutnya, penghasilan di atas Rp 500 juta - Rp 5 miliar per tahun dikenakan pajak sebesar 30 persen. Kemudian untuk lapisan baru atau lapisan kelima, pemerintah bakal mengenakan pajak 35 persen untuk pendapatan Rp 5 miliar per tahun. Tambahan lapisan ini salah satunya disebabkan oleh lapisan pajak orang pribadi di Indonesia lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain. Vietnam dan Filipina misalnya, memiliki 7 lapisan. Sementara Thailand memiliki 8 lapisan dan Malaysia memiliki 11 lapisan. 3.
Tax Amnesty Program pengampunan pajak (tax amnesty) bakal ada lagi mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Ketentuan tax amnesty ini tertuang pada pasal 6 ayat (1) draf final Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Tarif tebusan pengampunan pajak dalam pengungkapan harta bersih secara sukarela ini berbeda-beda. Berikut ini masing-masing besarannya: Tarif sebesar 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau surat berharga negara. Tarif 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam wilayah NKRI dan tidak diiventasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau Surat berharga negara. Tarif 6 persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI, dan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan didalam wilayah NKRI; dan/atau surat berharga negara. Tarif 8 persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI; dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI; dan/atau surat berharga negara. Tarif sebesar 11 persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4.
PPh badan Tarif pajak penghasilan (PPh) untuk Wajib Pajak (WP) Badan tidak jadi menurun ke angka 20 persen pada tahun 2022. Sebaliknya, tarif pajak badan tetap 22 persen di tahun depan, sama seperti tarif pajak tahun ini. Namun tarif tersebut dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP) setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dalam penyusunan RAPBN. Lebih lanjut, wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk PT, dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek paling sedikit 40 persen dan memenuhi persyaratan tertentu dapat memperoleh tarif 3 persen lebih rendah dari 22 persen. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Berbentuk PT, tarif PPh badan tercantum 20 persen pada tahun 2022. Aturan tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 yang berlaku sejak tanggal 19 Juni 2020. 5.
Pajak Karbon RUU HPP
juga mengatur tarif pajak baru untuk karbon paling rendah Rp 30 per kilogram
karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Semula, Sri Mulyani mengusulkan tarif pajak
karbon Rp 75 per kilogram CO2e. RUU menyebutkan, pajak karbon dikenakan atas emisi
karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pengenaan pajaknya
memperhatikan peta jalan pajak karbon dan peta jalan pasar karbon. Peta jalan
pajak karbon sendiri terdiri dari strategi penurunan emisi karbon, sasaran
sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan dan
keselarasan antar berbagai kebijakan lain. Subjek pajak karbon yaitu orang
pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan
aktifitas yang menghasilkan emisi karbon. Ketentuan mengenai tata cara
penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, mekanisme
pengenaan pajak karbon, dan tata cara pengurangan pajak karbon diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan. Sementara itu, ketentuan mengenai subjek pajak
karbon dan alokasi penerimaan pajak dari karbon untuk pengendalian perubahan
iklim diatur berdasarkan PP. 6.
Dalam RUU
HPP, alternative minimum tax alias pajak minimum untuk perusahaan merugi
sebesar 1 persen dihapus. Sebelumnya, klausul baru ini tercantum dalam RUU KUP.
Adanya usul tarif pajak minimum sebesar 1 persen bermaksud untuk meminimalkan
pengemplangan pajak perusahaan. Sebab, selalu ada tren peningkatan pelaporan
perusahaan merugi yang berpotensi menjadi celah penghindaran pajak. |