Definisi Merujuk Pasal 1 angka 17 UU Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (PDRD), pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan
dan/atau pemanfaatan air permukaan. Adapun yang dimaksud dengan air permukaan adalah
air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang
berada di laut maupun di darat. Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka
33 pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah. Sesuai dengan penyebutannya, air tanah merupakan air yang terdapat dalam
lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Pajak air permukaan (PAP)
merupakan salah satu dari 5 jenis pajak yang menjadi wewenang dari pemerintah
provinsi. Berbeda dengan PAP, pajak air tanah (PAT) merupakan pajak daerah yang
menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota. Namun, pengenaan PAP maupun PAT
tidak mutlak ada pada seluruh daerah. Hal ini lantaran pengenaan pajak daerah
tergantung pada keputusan pemerintah daerah untuk mengenakan atau tidak suatu
jenis pajak.
Objek, Subjek, dan Wajib
Pajak Objek PAP adalah pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan. Begitu pula dengan objek PAT yang menyasar
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Pemanfaatan/pengambilan tersebut
dapat dilakukan oleh orang pribadi atau badan untuk berbagai macam keperluan. Kendati
memiliki objek pajak yang berbeda, baik PAP maupun PAT mengecualikan
pemanfaatan/pengambilan air untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan
pertanian, dan perikanan rakyat dari objek pajak. Selain itu, pengecualian juga
dapat diberikan berdasarkan peraturan daerah. Namun, PAP mempersyaratkan
kelestarian lingkungan sebagai aspek yang patut dipertimbangkan untuk
memberikan pengecualian. Berdasarkan Pasal 22 UU PDRD, subjek
pajak PAP adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan
dan/atau pemanfaatan air permukaan. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak PAP
adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau
pemanfaatan. Hal ini berarti pengertian subjek pajak PAP lebih luas dari pada
wajib pajak. Pasalnya, yang menjadi subjek pajak adalah barangsiapa yang dapat
melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan. Adapun wajib pajak adalah siapa
yang secara nyata melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan. Sementara itu,
berdasarkan Pasal 68 UU PDRD, PAT memiliki subjek dan wajib pajak yang sama
yaitu orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan
air tanah. Dengan demikian, pada pengenaan PAT subjek pajak dan wajib pajak
adalah pihak yang sama.
DPP, Tarif, dan
Perhitungan Merujuk Pasal 23 dan Pasal 69 UU PDRD
baik PAP maupun PAT sama-sama menjadikan nilai perolehan yang dinyatakan dalam
nominal rupiah sebagai dasar pengenaan pajak (DPP). Namun, faktor yang menjadi
dasar perhitungan nilai perolehan air permukaan (NPAP) dan air tanah berbeda. Faktor-faktor yang menjadi dasar untuk
menghitung NPAP antara lain: jenis dan lokasi sumber air, tujuan
pengambilan/pemanfaatan, volume air, kualitas air, luas areal tempat
pengambilan/ pemanfaatan, dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh pengambilan/pemanfaatan. Sedangkan untuk menghitung nilai perolehan air
tanah, luas areal tempat pengambilan/pemanfaatan tidak menjadi faktor
perhitungan nilai perolehan air tanah. Namun, untuk faktor lain mulai dari
jenis, lokasi, tujuan, volume, kualitas air, dan tingkat kerusakan menjadi
pertimbangan. Adapun penggunaan faktor-faktor itu
disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dapat berlaku sebagian atau seluruhnya.
Selanjutnya, besarnya NPAP ditetapkan dengan peraturan gubernur dan besarnya
nilai perolehan air tanah ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota. Merujuk
Pasal 24 UU PDRD, tarif PAP ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Besaran pokok
PAP yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif PAP dengan NPAP. PAP yang
terutang tersebut kemudian dipungut di wilayah daerah tempat air berada. Sedangkan,
berdasarkan Pasal 70 UU PDRD, tarif PAT ditetapkan paling tinggi 20%. Besaran
pokok PAT yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif PAT dengan nilai
perolehan air tanah. PAT yang terutang tersebut selanjutnya dipungut di wilayah
daerah tempat air diambil.
Sejarah Sebelum menjadi pajak tersendiri, PAP
dan PAT semula bernama pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan
air permukaan (PPPABTAP) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.
PPPABTAP merupakan jenis pajak provinsi tetapi hasil penerimaanya diserahkan
kepada pemerintah kabupaten/kota paling sedikit 70%. Namun, dalam UU PDRD yang
diundangkan pada 15 September 2009, PPPABTAP dipecah menjadi dua jenis pajak
yaitu PAP dan PAT.
Sumber:
https://news.ddtc.co.id/beda-pajak-air-permukaan-dan-pajak-air-tanah-22890 |