Menurut UU PPN di Indonesia, PPN
merupakan pajak atas konsumsi di dalam negeri. Prinsip ini sebagaimana tertuang
dalam Penjelasan Umum UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 sebagai berikut: “Dengan mengingat pada sistemnya, undang-undang ini dapat disebut
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah untuk memperlihatkan bahwa dua macam pajak yang diatur disini
merupakan satu kesatuan sebagai pajak atas konsumsi di dalam negeri.” Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
dipastikan bahwa penyerahan barang dan/atau jasa yang terjadi di Indonesia
antara dua pihak yang sama-sama berada di Indonesia merupakan objek yang
dikenai PPN di Indonesia. Atau dengan kata lain, lingkup teritorial PPN
menurut UU PPN di Indonesia adalah semua transaksi yang terjadi di dalam
negeri. Pertanyaan selanjutnya, apa yang menjadi batasan istilah “di dalam
negeri” yang menjadi lingkup teritorial PPN di Indonesia? Pertanyaan ini
dapat dijawab melalui Penjelasan Umum UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, yang mengubah
redaksional “pajak atas konsumsi di dalam negeri” menjadi “pajak
atas konsumsi barang dan jasa di daerah pabean”. Oleh
karenanya, dapat disimpulkan bahwa batasan istilah “di dalam negeri” sebagai
lingkup teritorial PPN di Indonesia adalah “daerah pabean Indonesia”. Istilah daerah pabean ini sendiri
memiliki pengertian yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU PPN. Berdasarkan
pengertian yang terdapat dalam pasal ini, daerah pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi:
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor
4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, yang ditetapkan sebagai wilayah
perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman
Indonesia. Sementara itu, pengertian dari ZEE diatur dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (UU ZEE). Mengacu pada Pasal
2 UU ZEE, ZEE adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia
sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang
perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan
air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis
pangkal laut wilayah Indonesia. Selanjutnya, Pasal 1 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (UU Landas Kontinen) merumuskan
pengertian dari landas kontinen, yaitu dasar laut dan tanah di bawahnya di luar
perairan wilayah Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 4 Prp Tahun 1960 sampai kedalaman 200 meter atau lebih, di mana masih
mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam. Adapun
batas luar landas kontinen suatu negara diatur berdasarkan Pasal 76 ayat 6
Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu tidak boleh melebihi 350 (tiga ratus lima
puluh) mil dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur. Untuk
melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi ini, dapat dibangun,
dipelihara, dan dipergunakan instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau
alat-alat lainnya di landas kontinen dan/atau diatasnya. Berdasarkan UU
Landas Kontinen, instalasi-instalasi dan alat-alat di landas kontinen Indonesia
yang dipergunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam
ini, dinyatakan sebagai daerah pabean Indonesia.
Sumber: https://atpetsi.or.id/ini-pengertian-daerah-pabean-dalam-konteks-ppn |