Untuk
mengoptimalkan penerimaan pajak, Ditjen pajak (DJP) menetapkan program
prioritas pengamanan penerimaan pajak 2021. Berdasarkan laporan tahunan DJP
2020, program tersebut terdiri atas lima hal. Kelima hal itu meliputi
pengawasan wajib pajak orang pribadi kategori high
wealth individuals dan wajib pajak grup, pengawasan berbasis
sektoral, pengawasan atas transaksi PMSE, dan pengawasan atas transaksi yang
terindikasi transfer pricing. Ada pula sinergi
pengawasan bersama dengan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK),
dan pemerintah daerah. DJP akan menjalankan strategi tersebut, baik melalui
aktivitas inti maupun pada fungsi pengungkitnya (enabler).
Strategi pada aktivitas inti, salah satunya adalah pelaksanaan pengawasan
kepatuhan material. Lantas, apa itu pengawasan kepatuhan material?
Definisi Kepatuhan pajak
sendiri dapat didefinisikan sebagai kemauan wajib pajak untuk tunduk terhadap
regulasi perpajakan di suatu negara (Andreoni, et.al., 1998). Sementara itu,
merujuk pada IBFD International Tax Glossary, kepatuhan pajak adalah tindakan
prosedural dan administratif yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban wajib
pajak berdasarkan aturan pajak yang berlaku. Umumnya, kepatuhan
pajak dapat dibagi menjadi dua. Pertama,
kepatuhan secara administratif atau secara formal, yang mencakup sejauh mana
wajib pajak patuh terhadap persyaratan prosedural dan administrasi pajak,
termasuk mengenai syarat pelaporan serta waktu untuk menyampaikan dan membayar
pajak. Kedua, kepatuhan secara teknis atau material, yang mengacu pada
perhitungan jumlah beban pajak secara benar (OECD, 2001). Kepatuhan pajak
material juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan saat wajib pajak
memenuhi ketentuan material perpajakan, yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang
perpajakan.
Sumber:
https://news.ddtc.co.id/apa-itu-pengawasan-kepatuhan-material-pkm-wajib-pajak-34074?page_y=0 |