Menghitung Pajak Penjualan Tanah Tanah
merupakan salah satu aset investasi yang memiliki nilai jual yang cenderung
naik setiap tahunnya. Dalam investasi properti, khususnya jual-beli tanah, ada
aturan pajak yang harus dibayarkan yang dikenal dengan pajak penjualan tanah.
Apa itu pajak penjualan tanah, dasar hukum, hingga cara menghitungnya? Sebelum
menginjak pada pokok pembahasan mengenai cara penghitungan pajak penjualan
tanah, penting kiranya bagi Anda untuk mengetahui apa sebenarnya yang disebut
pajak penjualan tanah ini.
Secara
umum, pajak penjualan tanah merupakan pajak jual-beli tanah yang harus ditanggung
oleh kedua belah ketika transaksi, dalam hal ini adalah penjual dan pembeli
yang memiliki besaran pajak masing-masing. Nominalnya tergantung pada objek
tanah yang diperjualbelikan kepada pihak terkait. Di Indonesia, pajak penjualan
tanah telah diatur dalam sebuah peraturan pemerintah. Contohnya saja dalam
Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan.
Bagi
Anda yang akan menjual tanah, Anda harus melunasi PPh sebelum melakukan
pengurusan akta jual-beli kepada notaris maupun PPAT. PPAT memiliki kewenangan
penolakan proses lebih lanjut jika tidak ada bukti PPh terlampir. Ini sesuai
dengan Pasal 39 ayat 1 huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. Kini, saatnya Anda mulai menghitung pajak penjualan tanah
yang ada. Terdapat empat jenis pajak yang dikenakan berdasarkan perhitungannya,
mulai dari PPh, PBB, BPHTB, hingga PPN.
1.
Pajak
Penghasilan (PPh), PPh adalah bagian pajak penjualan tanah yang harus
dibayarkan penjual tanah. Besarannya adalah 2,5% dalam setiap nilai total
transaksi. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016
tentang Tarif Baru PPh Final atas Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan. Misalnya
Anda melakukan transaksi penjualan tanah senilai Rp1 miliar. PPh yang harus
dibayarkan adalah Rp25 juta. Untuk pembayaran pajak sudah harus dilakukan
sebelum akta jual-beli. 2.
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), PBB harus ditanggung oleh penjual karena dianggap
sebagai pihak yang telah mendapatkan keuntungan dari properti yang dijualnya.
Cara perhitungannya adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dikalikan dengan 0,5%.
NJKP ini diperoleh atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dikurangi Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Lalu, pengurangan tersebut dikalikan
dengan pembanding yang sudah ditentukan. Jadi, untuk transaksi penjualan tanah
senilai >Rp1 miliar, pajak penjualan tanahnya adalah 40% dari nilai
keseluruhan objek. Sedangkan tanah senilai 3.
Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pada pajak penjualan tanah,
pembeli akan dikenakan BPHTB. Cara menghitungnya juga cukup sederhana, hanya 5%
dari harga jual tanah yang sudah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NOPTKP). Jika seseorang membeli sebidang tanah di Jakarta seharga
Rp1 miliar dengan NOPTKP yang berlaku di Jakarta sebesar Rp80 juta, maka
perhitungan pajak penjualan tanah BPHTB-nya adalah 5/100 x (Rp1 miliar – Rp80
juta).
4.
PPN,
PPN yang dibebankan kepada pembeli sebesar 10% dari total nilai tagihan atas
tanah yang ditransaksikan. Jika harga tanahnya adalah Rp1 miliar maka PPN-nya
dapat mencapai nilai Rp100 juta. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua
transaksi pembelian tanah akan dibebankan PPN. Hanya tanah yang memiliki sifat
usaha dan keuntungan yang diberlakukan PPN ini. |