Mengenal Thrifting Secara
etimologis, istilah thrift berasal dari bahasa Inggris yang berarti menabung.
Maknanya mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga diartikan sebagai
jual beli barang bekas berupa pakaian, asesoris, sepatu dan lain-lain. Sejak
tahun 1990-an, menabung menjadi semakin penting di seluruh dunia. Kemudian,
Kurt Cobain, vokalis band legendaris Nirvana, memadukan jeans robek dengan
kemeja flanel atau kemeja robek berlubang sebagai gaya pakaian dalam beberapa
penampilan musiknya. Gaya berpakaian Kurti menjadi populer dan ditiru oleh
masyarakat, terutama kaum muda. Namun, pada saat itu, pakaian Kurt tidak dijual
di toko pakaian baru, jadi mereka mencarinya di toko barang bekas. Budaya
berkelanjutan sering dikaitkan dengan fashion berkelanjutan atau sustainable
fashion. Hal ini cukup logis, karena selain bermanfaat dan memiliki nilai
ekonomis, pakaian bekas juga dianggap baik untuk lingkungan. Namun
kenyataannya, tidak semua pakaian bekas laku di pasar loak atau pasar loak.
Ditambah lagi dengan perilaku konsumtif masyarakat yang suka menabung tanpa
mengutamakan kebutuhan. Selama Anda ingin membeli. Harganya yang murah tentu
sangat menggiurkan. Pada akhirnya, konsep fashion berkelanjutan masih menjadi
angan-angan. Alih-alih ikut mengkampanyekan budaya ekologis, menabung justru
menghasilkan tumpukan sampah pakaian.
Ironisnya, pakaian bekas yang dijual di Indonesia tidak hanya domestik. Tapi kebanyakan dari mereka adalah barang impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume dan nilai impor pakaian bekas ke Indonesia relatif meningkat setiap tahunnya dan mencapai puncaknya pada tahun 2019. Tahun itu, impor pakaian bekas sebanyak 392 ton dengan nilai 6,08 juta USD. Padahal, dari Januari hingga September 2022, nilai impor pakaian bekas naik 607,6 persen (joy). |