DINAMIKA
pelaksanaan desentralisasi fiskal mendorong pemerintah melakukan perubahan dan
penyesuaian kebijakan. Langkah ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan tujuan
pelaksanaan desentralisasi fiskal yang telah berjalan selama 2 dasawarsa. Penyesuaian
kebijakan desentralisasi fiskal tercermin dari disahkannya Undang-Undang (UU) No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Payung hukum
yang berlaku sejak 5 Januari 2022 itu mencabut dan menggantikan dua
undang-undang yang selama ini menjadi dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal
dan pemungutan pajak daerah, yaitu UU No. 33/2004 dan UU No. 28/2009. Salah satu terobosan yang masuk dalam UU HKPD
adalah pengaturan tentang pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). Seperti
diketahui, PBJT ini menjadi istilah baru yang belum diatur dalam undang-undang
terdahulu. Lantas, apa itu PBJT?
Definisi PBJT
merupakan nomenklatur pajak baru yang diatur dalam UU HKPD. Pada dasarnya, PBJT
merupakan integrasi 5 jenis pajak daerah dalam UU PDRD yang berbasis konsumsi,
yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak
penerangan jalan. Berdasarkan pada Pasal 1 angka 42 UU HKPD, PBJT adalah pajak
yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa
tertentu. Barang dan/atau jasa tertentu yang menjadi objek PBJT tersebut
meliputi: Pertama, makanan
dan/atau minuman. Penjualan dan/atau penyerahan makanan dan/atau minuman yang
dimaksud merupakan makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh:
Kedua, tenaga
listrik. Konsumsi tenaga listrik yang menjadi objek PBJT adalah penggunaan
tenaga listrik oleh pengguna akhir. Ketiga, jasa perhotelan.
Adapun jasa perhotelan yang dimaksud meliputi jasa penyediaan akomodasi dan
fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia
jasa perhotelan seperti: hotel; vila; pondok wisata; motel; losmen; wisma
pariwisata; dan pesanggrahan; rumah penginapan/guest house/bungalo/resort/cottage;
tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel; dan glamping. Keempat, jasa
parkir. Adapun jasa parkir yang dimaksud meliputi penyediaan atau
penyelenggaraan tempat parkir dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan
(parkir valet). Kelima, jasa
kesenian dan hiburan. Adapun jasa kesenian dan hiburan yang dimaksud meliputi
tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan
secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari,
dan/atau busana; kontes kecantikan; dan kontes binaraga. Selanjutnya,
pameran; pertunjukan sirkus; akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan
kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; serta olahraga permainan dengan
menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan
kebugaran. Ada pula rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan,
wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan
kebun binatang; panti pijat dan pijat refleksi; serta diskotek, karaoke, kelab
malam, bar, dan mandi uap/spa. Apabila disandingkan dengan
ketentuan terdahulu, terlihat objek PBJT bukan hanya menggabungkan objek kelima
jenis pajak daerah berbasis konsumsi sebelumnya. UU HKPD juga memperluas objek
PBJT, salah satunya atas jasa memarkirkan kendaraan (valet parking). Kendati
demikian, tidak semua objek-objek tersebut akan dikenakan PBJT. UU HKPD telah
mengatur objek-objek yang dikecualikan dari pengenaan PBJT, salah satunya atas
restoran dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan
dalam Perda. Pemungutan PBJT ini menjadi wewenang
pemerintah kabupaten/kota. Adapun subjek pajak, wajib pajak, dasar pengenaan,
serta cara penghitungan PBJT sama dengan pengaturan dalam kelima jenis pajak
berbasis konsumsi yang sebelumnya diatur dalam UU PDRD. Sementara itu, tarif PBJT ditetapkan
seragam sebesar maksimum 10%. Namun demikian, Pemda tetap diberikan ruang untuk
menetapkan tarif pajak lebih tinggi atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke,
kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, yaitu paling rendah 40% dan paling tinggi
75%. Selain itu, ada 2 tarif khusus yang
berlaku atas tenaga listrik. Pertama, konsumsi tenaga listrik
dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam,
ditetapkan paling tinggi sebesar 3%. Kedua, konsumsi Tenaga
Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling tinggi 1,5%. Simpulan INTINYA PBJT adalah pajak yang
dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/ atau jasa tertentu.
Barang dan jasa tertentu yang menjadi objek PBJT tersebut meliputi makanan dan/atau
minuman; tenaga listrik; jasa perhotelan; jasa parkir; serta jasa kesenian dan
hiburan. Kendati merupakan nomenklatur baru,
PBJT sebenarnya merupakan penggabungan 5 jenis pajak berbasis konsumsi dalam UU
PDRD yang sebelumnya diatur secara terpisah. Kelima jenis pajak itu meliputi
pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak penerangan
jalan. Merujuk Naskah Akademik (NA) UU
HKPD, pembedaan 5 jenis pajak yang memiliki karakteristik sama tersebut selama
ini menimbulkan beban administrasi yang tidak sederhana bagi wajib pajak yang
mempunyai usaha hotel, restoran, hiburan, parkir, serta menggunakan tenaga
listrik sekaligus. Pasalnya, dalam implementasi UU
PDRD, apabila terdapat 1 wajib pajak yang menyelenggarakan kelima aktivitas
tersebut maka wajib membayar 5 jenis pajak daerah dan melaporkan 5 jenis Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Untuk itu, kelima jenis pajak yang
berkarakteristik sama itu diintegrasikan menjadi satu jenis pajak, yaitu PBJT.
Integrasi itu dimaksudkan untuk menyederhanakan administrasi wajib pajak serta
memudahkan pemantauan pemungutan pajak terintegrasi oleh Pemda.
Sumber:
https://atpetsi.or.id/apa-itu-pajak-barang-dan-jasa-tertentu-pbjt |