• 09.00 s.d. 18.00

Mengacu IBFD International Tax Glossary (2015), pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil. Pajak ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global. Merujuk pada Tax Foundation (2019), pajak karbon juga dianggap sebagai pigouvian taxPigouvian tax sendiri memiliki pengertian pajak atas kegiatan ekonomi yang menciptakan eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif adalah aktivitas ekonomi yang menyebabkan dampak negatif pada pihak ketiga. Dampak ini dapat muncul saat tahap produksi, distribusi, dan konsumsi dari suatu produk. Pajak karbon ini membuat individu yang membeli barang yang dibuat melalui proses produksi padat karbon menanggung biaya tambahan. Lantaran produksi barang tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan.


      Finlandia menjadi negara pertama yang menerapkan pajak karbon di negaranya, tepatnya pada 1990. Pungutan pajak karbon di Finlandia saat ini mencapai 24,39 dolar Amerika Serikat per ton karbon. Langkah Finlandia diikuti oleh negara-negara Skandinavia lainnya seperti Swedia dan Norwegia pada 1991. Selain itu, negara-negara lainnya juga ikut menerapkan kebijakan pajak karbon seperti Jepang dan Australia pada 2012, Inggris pada 2013, dan Cina pada 2017. Di wilayah Asia Tenggara, baru Singapura yang memberlakukan kebijakan pajak karbon pada 2019. Pajak karbon terbukti telah menurunkan emisi negara-negara tersebut sembari menambahkan pemasukan negara dari penerimaan pajak.

Penerapan pajak karbon di Indonesia dapat menjadi solusi di kala pandemi. Pajak karbon atau pungutan karbon ini diharapkan dapat memaksimalkan penerimaan negara, mendukung program Indonesia hijau dan pengurangan emisi gas rumah kaca menghadapi perubahan iklim atau climate change. Pajak karbon dapat menjadi sumber penerimaan baru pasca pandemi Covid-19 untuk negara. Berlakunya peraturan ini dapat mendorong pengurangan emisi karbon sehingga dapat mengurangi pemanasan global. Selain itu, salah satu dampak yang dapat ditimbulkan adalah meningkatnya pendapatan pemerintah dari segi penerimaan pajak, mendorong konsumen dan pengusaha lebih hemat energi dan berinvestasi pada teknologi hemat energi, serta munculnya kesederhanaan administrasi dalam pemungutan pajak.

Sebagai salah satu anggota United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Indonesia berkomitmen untuk menurunkan tingkat emisi sebesar 29% hingga 2030. Indonesia juga berkomitmen meningkatkan ketahanan akibat dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, Indonesia akan fokus penurunan emisi Gas Rumah Kaca pada lima sektor, yakni pengelolaan limbah, energi, transportasi, hutan dan lahan termasuk lahan gambut, industri serta pertanian.

Saat ini di Indonesia, sudah ada beberapa instrumen pungutan pajak yang berkaitan dengan emisi karbon, diantaranya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar, PPnBm Kendaraan Bermotor maupun Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Jika carbon tax benar-benar diterapkan di Indonesia, maka ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, yaitu:

1.      Timing dan momentum yang tepat

2.      Penentuan desain dan mekanisme yang tepat

3.      Pelaksanaan yang disertai kebijakan pendamping

4.      Regulasi yang kuat dan adil, dsb

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved