Mengacu IBFD International Tax Glossary (2015), pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil. Pajak ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global. Merujuk pada Tax Foundation (2019), pajak karbon juga dianggap sebagai pigouvian tax. Pigouvian tax sendiri memiliki pengertian pajak atas kegiatan ekonomi yang menciptakan eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif adalah aktivitas ekonomi yang menyebabkan dampak negatif pada pihak ketiga. Dampak ini dapat muncul saat tahap produksi, distribusi, dan konsumsi dari suatu produk. Pajak karbon ini membuat individu yang membeli barang yang dibuat melalui proses produksi padat karbon menanggung biaya tambahan. Lantaran produksi barang tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Penerapan pajak karbon
di Indonesia dapat menjadi solusi di kala pandemi. Pajak karbon atau pungutan
karbon ini diharapkan dapat memaksimalkan penerimaan negara, mendukung program
Indonesia hijau dan pengurangan emisi gas rumah kaca menghadapi perubahan iklim
atau climate change. Pajak karbon dapat menjadi sumber penerimaan
baru pasca pandemi Covid-19 untuk negara. Berlakunya peraturan ini dapat
mendorong pengurangan emisi karbon sehingga dapat mengurangi pemanasan global.
Selain itu, salah satu dampak yang dapat ditimbulkan adalah meningkatnya
pendapatan pemerintah dari segi penerimaan pajak, mendorong konsumen dan
pengusaha lebih hemat energi dan berinvestasi pada teknologi hemat energi,
serta munculnya kesederhanaan administrasi dalam pemungutan pajak. Sebagai salah satu
anggota United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC),
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan tingkat emisi sebesar 29% hingga 2030.
Indonesia juga berkomitmen meningkatkan ketahanan akibat dampak perubahan
iklim. Oleh karena itu, Indonesia akan fokus penurunan emisi Gas Rumah Kaca
pada lima sektor, yakni pengelolaan limbah, energi, transportasi, hutan dan
lahan termasuk lahan gambut, industri serta pertanian. Saat ini di Indonesia,
sudah ada beberapa instrumen pungutan pajak yang berkaitan dengan emisi karbon,
diantaranya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar, PPnBm Kendaraan
Bermotor maupun Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Jika carbon tax benar-benar
diterapkan di Indonesia, maka ada beberapa tantangan yang harus dihadapi,
yaitu: 1. Timing dan momentum
yang tepat 2. Penentuan desain dan
mekanisme yang tepat 3. Pelaksanaan yang
disertai kebijakan pendamping 4. Regulasi yang kuat dan adil, dsb |