Lima Perbedaan Cara Menghitung Penyusutan Antara Akuntansi dan Pajak
Laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Namun, beberapa standar akuntansi berbeda sehubungan dengan ketentuan pajak penghasilan. Salah satu perbedaannya adalah bagaimana penyusutan dihitung antara akuntansi dan pajak penghasilan. Penyusutan adalah alokasi biaya. Jika biaya bisnis hanya memiliki masa manfaat satu tahun, biaya tersebut dibiayai secara penuh baik pada tahun realisasi biaya atau dengan dasar akrual. Namun, jika suatu beban mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, maka beban tersebut tidak boleh dibelanjakan secara langsung, tetapi dialokasikan pada tahun-tahun di mana manfaatnya dapat dirasakan. Metode pengalokasian biaya ini disebut depresiasi. Beginilah cara penyusutan dihitung menurut Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pertama, metode penyusutan untuk bangunan hanya dapat garis lurus, sedangkan untuk non-bangunan hanya dapat garis lurus (GL) dan saldo menurun (SM) . Dalam akuntansi, metode penyusutan lebih banyak. Jika perusahaan menggunakan metode lain, pajak harus disesuaikan. Kedua, pengelompokkan. Pajak mengharuskan properti selain bangunan dikelompokkan ke dalam kelompok 1, 2, 3, dan 4. Terakhir, setelah HPP, ada “kelompok 5”. Golongan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009. Silakan cek di bagian Lampiran Peraturan Menteri Keuangan.
Ketiga Masa manfaa. Akuntansi memungkinkan amortisasi 3 tahun, 5 tahun atau 6 tahun tergantung pada waktu penggunaan yang sebenarnya. Mengenai pajak, masa manfaat didasarkan pada kelompok, yaitu masa manfaat 4 tahun (kelompok 1), masa manfaat 8 tahun (kelompok 2), masa manfaat 16 tahun (kelompok 3), dan masa manfaat adalah 20 tahun (kelompok 4). Masa manfaat, jenis dan metode penyusutan menentukan tarif penyusutan.
Keempat, pada saat penyusutan dimulai, yaitu bulan terjadinya biaya. Satu hari sama dengan satu bulan. Sedangkan akuntansi ditentukan jika bulan tersebut memiliki lebih dari 15 hari atau kurang. Jika kurang maka bulan tersebut tidak diamortisasi. Contoh pembelian tanggal 31 Januari. Penyusutan pajak dimulai pada bulan Januari (bulan pengeluaran), sedangkan akuntansi dimulai pada bulan Februari karena Januari hanya memiliki satu hari.
Kelima, pajak tidak mengenal nilai sisa. Terlepas dari biaya aset, itu sepenuhnya disusutkan. Sedangkan akuntan mencatat nilai sisa. Dan nilai sisa tidak diamortisasi karena nilai sisa yaitu harga juga merupakan aset pada akhir masa manfaatnya.
Contoh penyusutan truk untuk operasi transportasi. Satu gerbong tertutup seharga Rp 375 juta dengan umur simpan 4 tahun. Menurut pembukuan hingga tahun ke-5, mobil tersebut masih bisa dijual seharga Rp 100 juta, jadi nilai sisanya Rp 100 juta. Selanjutnya harga perolehan diamortisasi menjadi Rp 275 juta yaitu Rp 375 juta dikurangi Rp 100 juta. Namun, menurut pajak, depresiasi ditetapkan berdasarkan harga pembelian kereta yang diasuransikan, yaitu Rp 375 juta. Oleh karena itu, semua biaya perolehan diamortisasi selama masa manfaatnya. |