• 09.00 s.d. 18.00

Komnas UKM Tolak RUU KUP

Kolaborasi Usaha Kecil Menengah Nasional (Komnas UKM) yang terdiri dari berbagai asosiasi pengusaha, menolak keras RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang dicanangkan pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, khususnya Pasal 124 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja, dan Usaha Menengah, maka disebutkan bahwa Usaha Mikro dan Kecil diberikan kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Usaha mikro dan kecil tertentu dapat diberikan insentif pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Namun dalam RUU KUP, pemerintah berencana menerapkan pajak penghasilan minimal 1% dari peredaran bruto.

Komnas UKM menolak ketentuan ini dan mengusulkan agar kebijakannya tetap berpedoman pada substansi PP Nomor 23 Tahun 2018 dengan perubahan yang tidak menerapkan batasan waktu bagi usaha mikro dan kecil, misalnya 3 tahun menjadi 7 tahun. Artinya selama masih berstatus usaha mikro dan kecil, substansi yang terkandung dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 tetap berlaku yang tidak dibatasi waktu tertentu. UMK tetap dikenakan pajak final sebesar 0,5% dari penjualan/perputaran bruto tahunan bahkan untuk usaha mikro, sementara ini adalah nol persen dengan mencerminkan negara lain atau dengan pilihan alternatif dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan Pasal 31e Pajak Penghasilan Hukum.

Komnas UKM juga mengusulkan agar omzet penjualan kotor tahunan ditingkatkan dari Rp. 4,8 miliar per tahun menjadi Rp. 15 miliar, agar sesuai dengan kriteria Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa angka Rp. 4,8 miliar telah berlangsung selama hampir 10 tahun, sehingga diperlukan penyesuaian karena inflasi dan perkembangan ekonomi. UKM meminta selama status usaha mikro dan kecil tetap mengikuti ketentuan yang berlaku, tidak dibatasi oleh waktu seperti saat ini, yang hanya diberikan kelonggaran antara 3 tahun hingga 7 tahun. Padahal, pembuatan laporan pajak harus terlebih dahulu dilakukan dengan membuat laporan keuangan harian.

Komnas UKM juga tidak setuju jika penyidik ??pajak diberi kewenangan untuk menangkap. Hal ini sangat kontraproduktif terhadap upaya pengembangan kegiatan usaha. Semangat UU Cipta Kerja adalah mendorong penciptaan lapangan kerja, namun justru terancam ketentuan pidana sehingga membuat UMK terdemotivasi. Komnas UKM terdiri dari pelaku usaha dari berbagai asosiasi, antara lain Jaringan Pengusaha Mandiri Indonesia (Jusindo), Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (APPI), dan Koperasi Pedagang Pasar Induk (Inkopas).

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved