DANA
Moneter Internasional atau IMF dan Bank Dunia bersahut-sahutan mengabarkan
bayangan resesi ekonomi di sejumlah negara tidak terhindarkan lagi hingga tahun
depan. Prestasi pemulihan ekonomi oleh sejumlah negara setelah masuk jurang
resesi akibat pandemi bertahan hanya beberapa kuartal. Sejumlah negara kini
kembali harus menelan datangnya “winter is coming” lebih cepat, lantaran
hantaman inflasi dan menurunnya ekonomi. Congkaknya blok-blok militer
menghantarkan Ukraina menjadi area peperangan konvensional, berakibat
pada supply shock pangan dan energi global tak terhindarkan. Harga
komoditas global terkerek naik, dampaknya inflasi menjalar di banyak negara.
Meningkatnya berbagai resiko ekonomi global membuat IMF dan Bank Dunia
mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Pada
awal tahun 2022, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia mencapai 4,4
persen. Namun perang di Ukraina mengubah proyeksi itu. Pada April 2022, IMF
memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh 3,6 persen. Sejalan dengan IMF, Bank
Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global semula 4,1 persen. Namun Bank
Dunia kembali mengoreksinya, diperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya 2,9
persen. Empat raksasa ekonomi Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis dan Italia
menghadapi badai inflasi tinggi. Inflasi Inggris per Mei 2022 mencapai 9,1
persen, tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Hal serupa dialami Jerman, pada Juni
2022 inflasinya mencapai 7,6 persen, sedikit turun dari Mei 2022 yang mencapai
7,9. Angka itu merupakan tertinggi sejak 50 tahun terakhir. Pada Juni 2022
inflasi Prancis kembali naik ke 5,8 persen dari bulan sebelumnya 5,2 persen.
Italia juga mengalami tren kenaikan inflasi dari Mei 2022 sebesar 6,8 persen
menjadi 8 persen di Juni 2022. Zona Eropa mengalami inflasi 8,6 persen dari
sebelumnya 8,1 persen dan April 2022 di 7,4 persen. Inflasi
di Amerika Serikat (AS) pada Juni naik menjadi 9,1 persen dari bulan sebelumnya
8,6 persen, posisi ini mengantarkan AS mencapai inflasi tertinggi sejak 1981.
Tren kenaikan inflasi dialami oleh semua negara anggota G20. Hal inilah yang
menggerakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Ketua G20 menempuh resiko
keamanan bertandang ke Ukraina dan Rusia. Puji syukur Presiden Putin menyetujui
permintaan Presiden Joko Widodo untuk membuka akses pangan dan pupuk yang
terdisrupsi. Terbaru, Ukraina telah ekspor gandum yang menjadi pangan pokok di
sejumlah kawasan seperti Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Respon sejumlah bank
sentral negara maju, terutama The Fed dalam pengendalian inflasi dengan
mengetatkan kebijakan moneter. Sejak Februari hingga Juni 2022 The Fed mengerek
suku bunga acuan hingga 150 basis poin, dari 0,25 persen sampai 1,75 persen. Tampaknya
resep suku bunga naik (hawkish) akan tetap dipakai sepanjang tahun ini untuk
menaklukkan inflasi dari sisi moneter, meskipun sejauh ini cara ini belum
berhasil, sebab core inflation karena tingginya harga energi belum teratasi.
Sebaliknya kebijakan ini malah menekan sejumlah mata uang utama dunia lainnya
seperti euro, dan yen. Dampak
guncangan eksternal ini tengah terasa rembetannya di negeri kita. Sejak April
2022, inflasi pada makanan, minuman, dan tembaku merambat naik dari 3,57 persen
menjadi 4,38 persen di Mei 2022 dan 6,23 persen Juni 2022. Meskipun tidak
setinggi kelompok makanan dan minuman, tren kenaikan inflasi terjadi pada
sektor transportasi, yakni 2,94 persen per April 2022, sebulan berikutnya naik
menjadi 3,61 persen dan pada Juni 2022 menjadi 3,92 persen. Hingga Juni 2022
inflation rate kita di posisi 4,35 persen, dari target 3 persen, plus-minus 1
persen. Meskipun perdagangan dengan Amerika Serikat porsinya hanya 12 persen
dari total perdagangan kita ke seluruh dunia, tetapi 80 persen pembayaran kita
memakai mata uang dolar AS. Saat harga dolar makin mahal, imbas naiknya suku
bunga acuan The Fed, maka kita menanggung resiko biaya dana terhadap dolar yang
makin mahal, sehingga makin menggerus belanja pada APBN kita, salah satunya
kewajiban pembayaran yield surat utang pemerintah. Terlihat
yield beberapa negara mengalami kenaikan. Per Mei 2022 yield SUN IDR 10y naik
13,2 persen (year to date/ytd). Namun itu masih lebih baik daripada LCY 10Y
Mexico yang naik 14,7 persen, Malaysia 21,7 persen, Filipina 36,7 persen, US
84,2 persen. Dampak suku bunga yang makin naik, terlebih dalam waktu yang lama
sangat berpotensi memukul sektor riil Indonesia. Hal itu dapat memengaruhi
kinerja kredit bisa menurun, meskipun sejauh ini kinerja kredit kita
menunjukkan pertumbuhan positif. Per Mei 2022 penyaluran kredit baru tumbuh 43
persen dan permintaan pembiayaan baru dari korporasi tumbuh 12,1 persen. Berbagai
sinyal kurang menggembirakan seperti tren kenaikan inflasi, naiknya kurs, dan
suku bunga surat utang, harus kita waspadai dan mitigasi dengan baik. Badan
Anggaran (Banggar) DPR memberikan dukungan penuh kepada pemerintah untuk
memiliki amunisi yang cukup menghadapi ketidakpastian global. Asumsi ICP
(Indonesian Crude Price) atau harga minyak mentah Indonesia telah bergeser dari
patokan awal sebesar 63 dolar/barel karena realisasinya hingga rata rata di
atas 100 dolar/barel pada 19 Mei 2022. Banggar DPR telah menyetujui perubahan
asumsi ICP pada APBN 2022 menjadi 100 dolar/barel. Bekal lain yang dimiliki
pemerintah melalui APBN adalah penyesuaian target pendapatan dan belanja negara
pada APBN 2022. Perubahan postur APBN 2022 dengan pendapatan negara sebesar Rp
2.266,2 triliun meningkat dari target awal pada APBN 2022 yaitu Rp 1.846,1
triliun. Dari sisi belanja meningkat sebesar Rp 392,3 triliun, dari semula
sebesar Rp 2.714,2 triliun pada perubahan APBN tahun 2022 menjadi Rp 3.106,4
triliun. Membesarnya
target belanja ini memberi ruang penambahan alokasi belanja subsidi dan
kompensasi energi. Pemerintah mendapatkan tambahan alokasi subsidi energi
sebesar Rp 74,9 triliun, dan tambahan alokasi pembayaran kompensasi BBM dan
listrik sebesar Rp 275 triliun, terdiri dari kompensasi BBM sebesar Rp 234 triliun
serta kompensasi listrik sebesar Rp 41 triliun. Selain itu masih ada tambahan
program perlindungan sosial sebesar Rp 18,6 triliun untuk menjaga daya beli
masyarakat miskin. Dengan postur baru APBN 2022 yang lebih besar, ditambah
dengan realisasi APBN semester 1 tahun 2022 menunjukkan kinerja yang positif.
Realisasi penerimaan perpajakan hingga Mei 2022 mencapai Rp 846,12 triliun yang
terdiri dari penerimaan perpajakan 705,82 triliun dan bea cukai Rp 140,3
triliun. Realisasi penerimaan perpajakan dan cukai ini mencapai 47,4 persen
dari target Rp 1.784 triliun. Sedangkan realisasi penerimaan PNBP (penerimaan
negara bukan pajak) hingga Mei 2022 sebesar Rp 224,14 triliun atau 46,5 persen
dari target sebesar Rp 481,6 triliun. Realisasi
belanja subsidi menunjukkan balance sheet yang baik. Realisasi belanja hingga
akhir Mei 2020 mencapai Rp 938,17 triliun atau 30,2 triliun dari pagu belanja
negara sebesar Rp 3.106,4 triliun. Khusus untuk belanja subsidi dan bunga SBN
menunjukkan tata kelola yang sehat dan baik. Belanja subsidi sampai semester 1
tahun 2022 mencapai Rp 96,4 triliun atau 34,0 persen dari pagu APBN. Realisasi
subsidi tersebut terdiri dari subsidi energi sebesar Rp 75,6 triliun atau 36,2
persen pagu APBN. Sementara realisasi subsidi non energi sebesar Rp 20,8
triliun 27,9 persen dari pagu APBN. Belanja bunga dan pinjaman mencapai Rp 186,1
triliun atau 45,8 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 405,86 triliun. Terjadi
peningkatan beban bunga SBN tertinggi di Juni 2022 di mana imbal hasil SBN
menyentuh level 7,53 persen. Peningkatan tersebut telah melampaui target dalam
APBN sebesar 6,8 persen. Dari bekal kinerja APBN semester 1 tahun 2022,
ditambah dengan sal dan atau silpa tahun lalu, pemerintah memiliki likuiditas
yang memadai. Karena
itu, strategi penarikan SBN kita juga berubah dari semula mengedepankan front
loading strategy menjadi backloading strategy. Pendekatan ini dapat mengurangi
penarikan utang baru di tengah mahalnya cost of fund. Terlihat penarikan SBN
yang dilakukan pemerintah pada semester 1 lalu sangat rendah, hanya Rp 182,4
triliun atau hanya 19 persen dari pagu. Dengan kinerja APBN dan pilihan
pendekatan yang akurat, kita perlu yakin APBN sangat kredibel dan memiliki daya
tahan menghadapi guncangan eksternal yang ada. Dengan tetap mempertimbangkan
resiko resiko eksternal, diimbangi pengelolaan APBN yang sehat, kita tetap
optimis pertumbuhan ekonomi kita di tahun 2022 ini pada kisaran 4,7- 5,2 persen. Namun
upaya memitigasi resiko tidak cukup dari tata kelola APBN yang prediktif.
Langkah lain adalah pemerintah perlu menggerakkan forum G 20 lebih optimal,
menghindarkan forum G20 dari aksi bullying terhadap Rusia seperti yang
dilakukan Barat dan sekutunya. Terus mengoptimalkan pembukaan jalan pengurangan
sanksi terhadap Rusia, terutama mendorong upaya distribusi kembali pangan, pupuk,
dan migas Ukraina dan Rusia ke pasar global, sejalan dengan mendorong
perundingan perdamaian untuk menyelesaikan perang. Tanpa berakhirnya perang,
dan produk-produk komoditas Rusia tetap tidak masuk ke pasar global, ekonomi
global akan senantiasa dalam bayang bayang hantu stagflasi.
sumber: https://money.kompas.com/read/2022/07/15/113857826/hantu-stagflasi-dan-ketahanan-apbn-2022?page=2 |