• 09.00 s.d. 18.00

Eksistensi dan Esensi Pajak

"Tidak ada yang pasti di dunia ini, kecuali kematian dan pajak," tulis Benjamin Franklin dalam The Works of Benjamin Franklin, 1817.

 

Dari kutipan buku tersebut, kita bisa mengambil makna bahwa pajak adalah sesuatu yang mutlak seperti kematian. Lebih lanjut, Pasal 1 ayat 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa "Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." Hal ini menekankan sifat wajib yang melekat pada istilah 'pajak'.

 

Menurut Lesmi (2014:3), ada dua fungsi pajak bagi negara, yaitu sebagai sumber keuangan negara dan sebagai alat pengatur. Pelaksanaan pajak memang memiliki banyak segi dan penting. Hal ini karena pajak tidak hanya diperlukan untuk mengumpulkan penerimaan, tetapi juga untuk memberikan insentif, baik pemotongan maupun pembebasan, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Jika pemungutan pajak dan pemberian insentif tidak seimbang, maka hal ini dapat menimbulkan sejumlah masalah dan melemahkan fundamental ekonomi suatu negara. Hal ini mencerminkan sifat dari konsep pajak suatu negara.

 

Pajak harus bersifat adaptif dan dinamis sehingga dapat merespon setiap perubahan yang ada dan tetap eksis. Era Revolusi Industri 4.0 telah membentuk pergeseran perilaku ekonomi masyarakat dari sistem tradisional ke sistem digital. Selain pengembangan keilmuan sumber daya manusia, pengaturan basis perpajakan perlu diperluas dan area-area baru dalam perpajakan perlu dikembangkan untuk mencegah kebocoran sumber penerimaan negara.

 

Dalam hal konsumsi, jenis pajak yang relevan untuk dibahas adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Dalam konteks perkembangan konsumsi lokal yang luar biasa, PPN sangat penting untuk mencapai penerimaan pajak yang optimal. PPN merupakan salah satu kontributor utama penerimaan negara: pada tahun 2022, penerimaan pajak dari PPN mencapai Rp 687,6 triliun dari Rp 1.716,8 triliun, yang berarti kontribusi sebesar 40%.

 

Realisasi ini merupakan hasil dari perubahan ketentuan PPN melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Rezim Perpajakan dan penerapan PPN atas transaksi sistem elektronik (PMSE) melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 48/PMK.03/2020 dan perubahan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 60/PMK.03/2022.

 

Indikator yang umum digunakan untuk mengukur kinerja PPN suatu negara adalah rasio pemungutan bruto Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Rasio ini menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengoptimalkan pemungutan pajak atas konsumsi dengan membandingkan realisasi penerimaan PPN.


sumber : Oleh: Naila Alfianul Habibah, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

https://www.pajak.go.id/id/artikel/neuromarketing-dan-imbasnya-pada-tax-gap

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved