Cara
Menghadapi Pemeriksaan Pajak
Indonesia
menganut sistem self-assessment dalam
sistem perpajakannya. Wajib Pajak dapat secara mandiri menghitung, mengajukan
atau membayar pajak dan melaporkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal
ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Peraturan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009 (UU KUP). Dengan sistem self-assessment, dapat terjadi perbedaan
perhitungan atau analisis yang dilakukan oleh Departemen Jenderal Pajak (DJP)
atau unit vertikal Departemen Umum Pajak yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Jika
demikian, KPP akan melakukan pemeriksaan pajak.
Oleh karena itu, Wajib Pajak harus
memperhatikan tata cara dan tata cara penanganan pemeriksaan pajak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 18/PMK.03/2021, pemeriksaan pajak adalah serangkaian
kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, informasi, dan/atau bukti yang
dilakukan secara tidak diungkapkan, objektif, dan profesional berdasarkan standar audit. Wajib Pajak dapat diperiksa karena
alasan-alasan sebagai berikut; 1. Wajib Pajak meminta pengembalian kelebihan
pembayaran pajak (refund). 2. Ada informasi lain dalam bentuk hard data. 3. Ada pajak yang belum atau belum dibayar. 4. Wajib Pajak mengajukan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT). 5. Wajib Pajak
telah memperoleh manfaat dari pembayaran di muka. 6. Wajib Pajak
yang mengajukan TPS setiap tahun melaporkan kerugian. 7.
Penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran atau kepergian tetap
dari Indonesia. 8. Perubahan tahun buku, metode akuntansi
dan/atau penilaian kembali aset tetap. 9. Tidak menyampaikan SPT tahunan dan/atau
menyampaikan SPT tahunan setelah batas waktu berdasarkan surat peringatan dan
terpilih untuk ditinjau berdasarkan analisis risiko. Dalam menanggapi pemeriksaan pajak, wajib
pajak dapat mengambil langkah-langkah berikut; 1. Tetap tenang menghadapi pemeriksa pajak. Sebaiknya Wajib
Pajak didampingi oleh Penasehat Pajak yang lebih memahami dan memahami
peraturan perpajakan. 2. Memastikan bahwa Wajib Pajak telah mencatat
atau mencatat dengan baik dan benar sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia. 3. Pencatatan dan pembukuan harus dilakukan di
Indonesia. 4.
Sebaiknya laporan keuangan diaudit oleh Kantor Akuntan (KAP). 5. Dokumen yang berkaitan dengan pendaftaran
atau akuntansi harus disimpan dengan hati-hati selama 10 tahun. 6. Memiliki personel yang kompeten yaitu
pembukuan/akuntansi perusahaan, serta syarat-syarat rekonsiliasi pajak. 7. Melakukan rekonsiliasi pajak bisnis secara
teratur, sebaiknya setiap bulan. 8.
Rekonsiliasi termasuk penjualan; membeli, bersandar pada, berpegang teguh pada;
Pajak Pertambahan Nilai (PPN); Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, 23, 26 dan
lain-lain. 8. Siapkan file transfer pricing (TP). Dokumen
ini harus tersedia hingga empat bulan
setelah akhir tahun anggaran. Dokumen TP biasanya disiapkan oleh penasihat
pajak. 9. Menyimpan dengan teliti dan hati-hati semua
dokumen pendukung yang terkait dengan transaksi terkait, seperti dokumen TP, dokumen paten, perjanjian/kontrak
dengan pihak terkait, faktur, korespondensi, lembar waktu penyedia layanan,
materi pelatihan, dan lainnya. 10. Dalam hal pemeriksaan, siapkan dan
sediakan data/dokumen yang memadai, termasuk catatan/pembukuan, yang diminta
oleh pemeriksa pajak. Rincian ini biasanya tercantum dalam dokumen surat
pinjaman. 11. Memberikan dokumen yang berkaitan dengan
tahun pajak yang diperiksa. 12. Menyediakan data/dokumentasi dalam jangka
waktu yang ditentukan. Dalam surat
peminjaman dokumen, reviewer akan memberitahukan batas waktu penyerahan dokumen.
13. Memeriksa dan menelaah data dan dokumen
yang akan dikirimkan kepada pemeriksa, misalnya apakah data tersebut konsisten
dengan laporan keuangan, apakah pemetaan angka-angka dari laporan keuangan
Perdagangan dan pajak sudah sesuai dengan yang sudah ada. disajikan di SPT
setiap tahun, dll. 14. Apabila data yang diminta cukup besar,
segera hubungi pemeriksa pajak agar dapat dihapus datanya dan/atau meminta
perpanjangan masa data/dokumentasi. 15. Tidak memberikan data/informasi yang tidak
diminta oleh resensi, 16. Hindari resensi mengirimkan surat
peringatan kedua yang meminta data/dokumentasi. 17. Data yang tidak disampaikan selama proses
peninjauan tidak akan dipertimbangkan selama keberatan.
18. Hindari penyelesaian diam-diam dengan pemeriksa
pajak. |