Boikot
Pajak, Tidak Perlu Boikot
pajak diserukan menyusul dugaan penganiayaan terhadap putra seorang mantan
pejabat pajak. Boikot ini merupakan protes dari masyarakat yang (masih) percaya
bahwa pajak mereka dicuri oleh petugas pajak untuk membeli rumah dan mobil
mewah. Mengacu pada proses pembayaran pajak, keamanan pajak terjamin karena
pajak rakyat disimpan di bank dan masuk ke kas negara. Kekecewaan
atas situasi aset jumbo ASN dapat merusak kredibilitas petugas pemungut pajak.
Tak pelak, seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, kasus ini
mengeliminasi kinerja aparat yang bekerja sesuai aturan yang berlaku. Kontrol
sosial diterapkan dalam praktik. Keberadaan LHKPN sebagai laporan harta
kekayaan negara memberikan ruang bagi masyarakat untuk melaporkan harta
kekayaan aparat pemungut pajak. Kontrol sosial, seperti halnya pelaporan,
menjadi pilar penting akuntabilitas kinerja birokrasi pajak. Menyerukan
boikot untuk tidak membayar pajak tidak akan menghasilkan perbaikan: layanan
sosial seperti BOS (Bantuan Operasional Sekolah), bantuan tunai, perbaikan
jalan, pembayaran utang melalui iuran Covid-19, subsidi elpiji, dan listrik
akan terganggu tanpa adanya pajak.
Memang, pengalaman Inggris selama era Riz Truss memberikan pelajaran berharga bagi kabinet Rishi Snak. Rishi telah menyatakan bahwa publik Inggris sudah tahu mengapa Rishi tidak boleh memotong pajak. Hal yang sama juga berlaku di Indonesia. Peran kunci dari perpajakan adalah untuk mempertahankan tingkat pelayanan pemerintah untuk menghindari krisis lainnya. Dan menyerukan boikot pajak sama sekali tidak membantu situasi Indonesia saat ini. sumber : Oleh: Anandita Budi Suryana, pegawai Direktorat Jenderal Pajak https://www.pajak.go.id/id/artikel/rishi-krisis-dan-boikot-pajak |