Behavioral finance dapat
diartikan sebagai studi tentang pengaruh psikologi terhadap perilaku investor
atau analis keuangan, yang kemudian dapat memengaruhi keputusan mereka saat
menjadi pelaku pasar. Investor tidak selalu rasional, mereka memiliki batasan
pengendalian diri, dan sering kali dipengaruhi oleh bias mereka sendiri.
Pengaruh dan bias yang terjadi ini dapat menjadi sumber dari semua jenis
anomali pasar, dan khususnya anomali pasar di pasar saham, seperti naik atau
turunnya harga saham yang parah. Umumnya, investor
beranggapan, bahwa para pelaku pasar seharusnya merupakan individu-individu
yang dapat melakukan kegiatannya secara netral dan rasional. Investor seharusnya
dapat mengendalikan diri secara emosional, dan dapat bertindak dengan penuh
perhitungan ketika melakukan aktivitasnya. Tetapi ternyata tidak, misalnya saja
di pasar modal. Investor seharusnya sudah memiliki berbagai metode teknik
analisis yang dapat dimanfaatkan sebagai landasan pengambilan keputusan ketika
membeli saham. Tapi, justru yang lebih sering terjadi adalah faktor psikologi
ikut dan justru menjadi penentu terbesar memengaruhi aktivitas investasi yang
dilakukan oleh investor. Contoh paling gampang,
misalnya ketika ada Manajer Investasi A menawarkan imbal 12% per tahun kepada
investor ritel. Kemudian, investor ritel menemukan Manajer Investasi B yang
menawarkan investasi yang sama dengan tingkat pengembalian 12.5% per tahun.
Mana yang akan dipilih? Sudah pasti Manajer Investasi B, karena menawarkan
imbal yang lebih tinggi. Contoh lain lagi, investor akan cenderung untuk
menjual secepatnya sebelum mengalami kerugian karena harganya nge-drop saham
yang sudah kelihatan profitnya meski masih tipis, dan menahan saham yang
harganya masih rendah. Kedua kasus tersebut memperlihatkan kecenderungan
karakteristik investor yang enggak mau rugi. Saham nyangkut, dan ketika
berhasil naik tipis di atas nilai belinya, langsung jual sebelum rugi lagi.
Padahal teori investasi saham adalah bahwa instrumen ini seharusnya merupakan
instrumen investasi jangka panjang. Adanya faktor psikologis
manusia ini membuat berbagai keputusan finansial menjadi bias. Karena nggak mau
rugi lagi, maka keputusan cepat-cepat diambil. Karena enggak mau ketinggalan
untung, keputusan juga dengan segera dipilih. Akibatnya hasilnya pun kena efek.
Jika saham yang nge-drop tersebut dijual segera, si investor dapat terbebas
dari rasa waswas lantaran harga saham bisa turun lagi. Padahal, sebenarnya,
jika ia bisa bersabar, harga saham tersebut bisa naik lagi, dan dalam jangka
waktu yang panjang potensi imbalnya menjadi berkali lipat dari penjualan yang
sekarang dilakukannya. Pembelian saham juga menjadi terburu-buru, tanpa
perhitungan lagi, supaya kebagian untung. Bisa jadi, setelah kita beli, saham
malah nge-drop karena sudah overvalued. Kalau dilihat-lihat lagi, jika terjadi
penipuan investasi atau ada yang percaya dengan investasi bodong, hal ini juga
diakibatkan oleh adanya bias yang kemudian menjadi penyebab behavioral finance
ini. Orang suka mendapatkan untung besar dalam waktu singkat secara instan,
lebih suka yang gampang jalan yang lebih mudah, ketimbang harus susah-susah
belajar keuangan dan investasi sendiri. Atau juga, orang yang enggak mau
ketinggalan tren atau FOMO. Ini juga merupakan contoh-contoh behavioral finance. Behavioral finance
memang dapat dianalisis dari berbagai perspektif. Pergerakan pasar saham
merupakan salah satu contoh efek yang paling nyata bisa terjadi dari behavioral
finance ini. Saat orang panik, saat orang terpengaruh oleh berita-berita di
luar sana, atau saat orang beramai-ramai membeli saham karena adanya
influencer, dan berbagai penyebab lainnya dapat menimbulkan rasa overconfident
atau malah terlalu pesimis sehingga akhirnya memengaruhi grafik pasar saham
yang naik atau justru turun drastis. Inilah inti dari konsep behavioral
finance; bahwa sering kali emosi, karakter, ilmu, preferensi, dan berbagai hal
yang melekat pada diri kita dapat melandasi munculkan berbagai keputusan dan
tindakan, yang bisa memberikan efek pada pasar ekonomi. Di sinilah perlu dipahami
mengenai behavioral finance ini, karena dengan begitu, kita bisa mengenali
berbagai bias yang terjadi, dan paham bahwa para pelaku pasar saham, pasar
uang, dan aktivitas ekonomi lainnya ini sering tidak rasional. Dengan demikian,
kita sendiri bisa mengendalikan diri di tengah fluktuasi yang terjadi sehingga
bisa memanfaatkan situasi dengan baik bagi tujuan keuangan.
|