ELASTISITAS
penerimaan pajak terhadap perubahan pendapatan nasional menjadi unsur penting
yang kerap dipilih negara berkembang untuk mempertimbangkan kriteria sistem
pajak (Mansfield, 1972). Salah satu indikator untuk mengukur elastisitas
tersebut adalah tax buoyancy. Tax
buoyancy dapat pula digunakan untuk mengestimasi penerimaan pajak.
Selain itu, tax buoyancy bisa
digunakan dalam proses evaluasi dampak perubahan kebijakan pajak terhadap
penerimaan. Lantas, apa itu tax
buoyancy?
Definisi Tax
buoyancy merupakan istilah yang
sering kali digunakan untuk menyebut pengukuran respons atau elastisitas
penerimaan pajak terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Total
elastisitas tersebut memperhitungkan peningkatan pendapatan dan perubahan
diskresioner. Perubahan diskresioner itu mencakup tarif dan basis pajak yang
dibuat oleh otoritas dalam sebuah sistem pajak (Jenkins et al, 2000). Definisi
serupa dikemukakan Mansfield (1972). Menurutnya, tax
buoyancy adalah konsep yang digunakan untuk mengukur persentase total
perubahan penerimaan pajak, termasuk perubahan diskresioner, terhadap
persentase perubahan pendapatan. Mansfield mendefinisikan perubahan
diskresioner sebagai perubahan hukum atau peraturan perundang-undangan terkait
dengan tarif atau basis pajak, pengenalan pajak baru, dan upaya administratif
tertentu. Dudine dan Jalles
(2017) mendefinisikan tax
buoyancy sebagai indikator untuk mengukur respons total penerimaan
pajak, baik terhadap perubahan pendapatan nasional maupun terhadap perubahan
kebijakan pajak dari waktu ke waktu. Tax
buoyancy menginterpretasikan persentase perubahan penerimaan pajak
untuk setiap persen pertumbuhan ekonomi. Menurut Rajaraman et al (2006), tax buoyancy mengukur persentase
respons dari penerimaan pajak terhadap 1% perubahan dalam basis pemajakan.
Perubahan basis itu biasanya menggunakan PDB sebagai proxy.
Perhitungan tax buoyancy ini
diperlukan untuk proyeksi fiskal. Terdapat 2 macam
pendekatan dalam perhitungan tax
buoyancy. Pertama, menghitung
respons atau elastisitas penerimaan pajak terhadap perubahan PDB tanpa melihat
perubahan kebijakan yang terjadi pada tahun bersangkutan. Kedua, menghitung
elastisitas penerimaan pajak tersebut dengan memperhitungkan kebijakan pajak.
Hal ini dilakukan dengan cara memasukkan unsur rasio PDB terhadap penerimaan
pajak (Febrantara, Yustisia, & Vissaro, 2019) Penerimaan pajak
dapat dibilang optimal apabila kinerjanya dapat mengimbangi, bahkan melebihi
pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Tax
buoyancy lebih dari 1 menandakan kinerja penerimaan pajak melampaui
kinerja ekonomi. Sebaliknya, tax
buoyancy dengan nilai kurang dari 1 atau negatif menandakan kinerja
pajak yang tidak sebanding dengan performa ekonomi negara tersebut (Febrantara,
2020). Di sisi lain, Wijayanti dan Budi (2010) menyatakan nilai buoyancy pajak yang lebih kecil dari 1
mengindikasikan rendahnya elastisitas pajak dan tidak efektifnya perubahan
diskresioner. Sementara nilai buoyancy pajak
yang lebih besar dari 1 mengindikasikan perubahan diskresioner dapat
meningkatkan penerimaan pajak.
Simpulan
|