• 09.00 s.d. 18.00

Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengatakan, agresifnya bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve meningkatkan Fed Funds Rate (FFR) telah mendorong peningkatan yield surat utang AS alias US Treasury. Kondisi tersebut juga mendorong kenaikan yield obligasi domestik.

 

Per 27 Oktober, yield US Treasury untuk tenor 10 tahun berada di 3,96%. Sementara, yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun sebesar 7,59%. Imbal hasil yang sedang tinggi tingginya di obligasi AS tersebut disinyalir juga menjadi salah satu penyebab investor asing masih mencatatkan net sell di pasar obligasi domestik. Secara year to date (YTD) tahun 2022, yield obligasi Indonesia 10 tahun sudah naik 104 bps. "Untuk sementara waktu banyak investor mengalihkan asetnya ke instrumen tersebut (obligasi)," kata Nicodimus kepada Kontan.co.id, Jumat (28/10).

 

Nicodimus bilang, pasar obligasi sejauh ini memang masih tertuju pada AS. Hal itulah yang cukup memberikan tekanan bagi pasar obligasi domestik. Prospek obligasi Indonesia masih akan bearish hingga akhir tahun, terpicu oleh sentimen kenaikan inflasi dan berlanjutnya tren kenaikan FFR yang diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Namun, Nicodimus menjelaskan bahwa terdapat sentimen positif yang dapat sedikit meredam tekanan di pasar. Diantaranya, besarnya partisipasi investor domestik pada kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN), stabilnya perekonomian Indonesia, dan masih berjalannya skema burden sharing oleh BI hingga akhir tahun 2022.

Dengan demikian, Nicodimus menilai di tengah tren kenaikan yield saat ini sangat menguntungkan bagi investor masuk ke pasar obligasi. Sehingga, investor bisa mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi. Adapun strategi investasi yang dipilih bisa buy and hold dengan memilih seri obligasi negara khususnya seri benchmark yang sudah terdiskon banyak harganya. Selain itu, investor juga dapat mencoba obligasi korporasi. Dengan catatan, obligasi korporasi dengan rating single A ke atas agar semakin kecil terhindar dari risiko gagal bayar. Secara YTD, untuk yield obligasi korporasi tenor 10 tahun, rating AAA sudah naik 57 bps, rating AA naik 6 bps, rating A naik 16 bps, serta rating BBB naik 56 bps.

Senior Vice President Head of Retail Product Research & Distribution Division Henan Putihrai (HP) Asset Management Reza Fahmi menambahkan, yield korporasi lebih menarik dan lebih besar jika dibandingkan kupon obligasi pemerintah. Namun investor harus juga menimbang risiko yang ada. "Harus melihat bagaimana perusahaan tersebut mengatur keuangannya, fundamental perusahaannya dan rating perusahaan," ungkap Reza kepada Kontan.co.id, Sabtu (29/10).

Reza menilai bahwa investasi harus didasarkan dan disesuaikan dengan kebutuhan investor. Dalam kondisi inflasi seperti saat ini, investor yang memang ingin mengambil obligasi bisa mencermati obligasi tenor panjang. Sedangkan, instrumen di luar obligasi yang cukup prospektif dalam kondisi saat ini adalah reksadana pasar uang.

 Sumber: Kontan

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved