• 09.00 s.d. 18.00

Tarif Pajak Indonesia Tetap Rendah, Perlu Dilakukan

 Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Peraturan Kepala Sudin PPN Dirjen Pajak Bonarsisus Sipayung mengakui tarif pajak Indonesia cenderung berfluktuasi. Bahkan tarif pajak Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara-negara G20 lainnya.

 Menurut Kementerian Keuangan, pada tahun 2019 tarif pajak sebesar 8,42 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kemudian akan turun menjadi 6,95% dari PDB pada 2020. Meski kemudian naik lagi menjadi 7,53% pada 2021, angka tersebut masih rendah dibandingkan tarif pajak 2019. Demikian pula tarif pajak yang ditetapkan untuk tahun 2030 sebesar 8,17 persen, atau lebih rendah dari perkiraan tahun ini sebesar 8,35 persen.

 Bonar mengatakan, secara khusus, proporsi pajak penghasilan (PPh) hanya sekitar 5% dan pajak pertambahan nilai (PPN) sekitar 4% dan sisanya pajak lainnya. Dibandingkan dengan tarif PPN PPh Badan 11% dan PPh OP 20% yang bisa mencapai 35%, hal ini menunjukkan bahwa perpajakan belum optimal.  “Fenomena ini menarik untuk dikaji karena banyak variabel yang mempengaruhi hasil pajak,” ujarnya.

 Namun Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, tax ratio merupakan perbandingan penerimaan pajak dengan produk domestik bruto. Rasio ini merupakan salah satu metrik untuk menilai perkembangan penerimaan pajak negara, meskipun rasio pajak bukanlah satu-satunya metrik untuk mengukur penerimaan pajak. Namun, menurutnya, hingga saat ini tax ratio dianggap sebagai salah satu gambaran kondisi perpajakan negara. Karena itu, Prianto menyarankan untuk lebih fokus pada otoritas perpajakan berupa PPh dan PPN untuk menaikkan pajak tahun depan. Menurut perhitungannya, melihat tabel penerimaan APBN 2023, PPh dan PPN/PPnBM mencapai 83,02% dari total penerimaan pajak.

 Menurut Prianto, dari kedua jenis pajak tersebut, bagian terbesar penerimaan pajak (80-85% dari penerimaan pajak nasional) berada di KPP Wajib Pajak Besar (KPP), KPP Khusus dan KPP Pajak Menengah. Kalau kelompok KPP sering disebut dengan KPP BKM. Selain itu, perlu dilakukan perluasan dan penguatan pengawasan terhadap pelaksanaan materi wajib pajak (TA) strategis KPP BKM. Kemudian KPP juga dapat lebih fokus dalam meningkatkan wajib pajak strategis KPP Pusat, sehingga pengawasan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan melalui koordinasi data akan lebih optimal dan intensif. “Terus tingkatkan voluntary compliance sebagai prestasi dan pelayanan untuk meningkatkan trust (kepercayaan) wajib pajak,” ujarnya.

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved