• 09.00 s.d. 18.00

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai dan Peraturan PPN 11 Persen

Perlu diingat, tarif PPN terbaru mulai berlaku 1 April 2022. Karena itu temukan penjelasan lengkap tarif PPN berdasarkan UU HPP, daftar negatif list, subjek, contoh hingga pengertian Pajak Pertambahan Nilai dan pemahaman umum lainnya untuk yang baru terjun di dunia perpajakan bisnis.

Buat yang baru mengenal pajak bisnis, wajar bila masih cukup awam apa itu fungsi, juga singkatan atau PPN kepanjangannya adalah apa.

Namun tidak perlu khawatir, melalui artikel ini, Mekari Klikpajak memberikan ulasan selengkap mungkin untuk memenuhi semua kalangan pembaca setia Klikpajak.id yang ingin mengetahui lebih dalam tentang PPN.

Bagi Anda yang melakukan transaksi barang/jasa kena Pajak Pertambahan Nilai, pastikan mulai 1 April 2022 harus menggunakan tarif PPN 11% yang sudah ditetapkan pemerintah.

Dimana sebelumnya, tarif umum PPN adalah 10%.

Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ), pemerintah menaikkan tarif PPN secara bertahap, yakni 11% mulai April tahun ini dan 12% pada beberapa tahun berikutnya.

Perlu diketahui, rentang tarif yang diperbolehkan oleh UU PPN adalah maksimal 15%. Sedangkan berapa besar tarif PPN yang diberlakukan masih harus diatur dalam peraturan lanjutan yang mengatur detail implementasinya.

Selain kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai, UU HPP ini juga mengatur kembali daftar negative list atau barang/jasa yang tidak dikenakan PPN.

Artinya, beberapa barang/jasa yang sebelumnya berada dalam daftar negatif list, akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Namun pemerintah menegaskan, bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar Pajak Pertambahan Nilai atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial.

Seperti apa berlakunya tarif PPN terbaru dalam UU HPP ini, terus simak ulasan dari Klikpajak.id di bawah ini!

PPN Adalah Singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, Lalu Fungsinya Apa?

Hal dasar yang perlu dipahami tentunya tentang apa itu fungsi hingga singkatan dari atau PPN kepanjangannya adalah seperti apa.

Seperti yang tertulis dalam judul artikel ini, PPN ini adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai.

Sedangkan pengertian Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah.

Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan lewat pihak yang memotong/memungut PPN.

Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung.

Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP.

Bedanya, jika sebagai PKP wajib memungut, sedangkan Non PKP tidak bisa memungut Pajak Pertambahan Nilai.

Tapi ketika melakukan transaksi barang/jasa kena PPN tidak bisa mengkreditkan Pajak Masukan.

Jadi, PPN adalah pungutan pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Pribadi maupun Wajib Pajak Badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Bagaimana cara mengajukan sebagai PKP?

Berikut Syarat dan Cara Mengajukansebagai Pengusaha Kena Pajak

Ada pun ketentuan tentang PPN adalah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang telah mengalami beberapa kali perubahan.

Terbaru diatur dalam UU HPP berkaitan dengan besar tarif PPN terbaru.

Baca juga: Aturan Baru Membuat e-Faktur dan Cara Mengkreditkan Pajak Masukan di UU Cipta Kerja

Peraturan hingga Tarif PPN Terbaru

Peraturan inilah yang harus Anda pahami.

A. Undang-Undang yang Mengatur Pajak Pertambahan Nilai

Terdapat beberapa kali perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia.

Adapun perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya pergantian model pemungutan pajak dan peraturan perundang-undangan agar bisa lebih sederhana dan adil untuk masyarakat termasuk dalam pembuatan Faktur pajaknya.

Berikut adalah perubahan UU terkait Paja Pertambahan Nilai di Indonesia:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000

Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk  masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.

3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM.

Untuk melengkapi kekurangan pada UU Pajak Pertambahan Nilai sebelumnya, undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Meski ketentuan baru tentang Pajak Pertambahan Nilai ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada klater perpajakan, namun UU 42 Tahun 2009 sebagian masih berlaku.

Ada bebrapa bagian pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan ini yang mengubah atau menambahkana beberapa pasar dari undang-undang pendahulunya.

5. Terbaru dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021

Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN tertuang dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:

PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai dari pembeli/penerima BKP/JKP, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.

Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).

Pada waktu PKP melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN yang merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.

Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.

PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke KPP terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Simplifikasi urus perpajakan perusahaan dengan Fitur Multi User & Multi Company Klikpajak.

Pajak Pertambahan Nilai: Tarif PPN Terbaru & Daftar Negatif List PPN

C. Apa Fungsi PPN adalah sebagai berikut

Seperti yang sudah disinggung di atas, Pajak Pertambahan Nilai memang dikenakan pada konsumen akhir, namun harus dipungut dan disetorkan oleh PKP.

Karena telah memungut dan menyetorkan pajak pertambahan nilaia atas transaksi barang dan jasa kena pajak, maka PKP juga wajib melaporkan PPN Terutang.

Untuk mengetahui nilai Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebelum melapor dan menyetorkan pemungutan pajak pertambahan nilai tersebut, maka PKP harus menghitung jumlah PPN Keluaran yang dikurangi dengan PPN Masukan.

Selisih pajak masukan dan pajak keluaran tersebut menjadi nilai yang harus disetorkan atau menjadi pengkreditan pajak untuk masa pajak berikutnya.

Dengan demikian, bisa diartikan bahwa fungsi PPN adalah:

1. Fungsi PPN untuk perhitungan kekurangan pajak atau kelebihan pajak

Fungi utama PPN Masukan dan Keluaran adalah sebagai perhitungan untuk mengetahui seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara atau justru dapat diajukan sebagai kompensasi kelebihan pembayaran PPN.

Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengajukan kelebihan bayar PPN pada perhitungan masa pajak berikutnya atau mengkreditkan PPN lebih bayar ke masa pajak berikutnya.

Sebaliknya, jika Pajak Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka PKP wajib menyetorkan PPN Terutang tersebut ke kas negara.

2. Fungsi PPN sebagai fungsi anggaran

Fungsi Pajak Pertambahan Nilai juga sebagai fungsi anggaran mengingat pajak yang disetorkan ke nagara jadi salah satu sumber penerimaan negara yang dananya digunakan untuk membiayai negara.

3. Fungsi PPN sebagai fungsi regulasi pemerintah

Fungsi PPN berikutnya adalah untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti untuk menekan importasi guna meningkatkan daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam negeri.

4. Fungsi PPN sebagai fungsi stabilitas penerimaan negara

Fungsi PPN selanjutnya sebagai penerimaan negara yang berfungsi menjaga stabilitas ekonomi seperti menekan inflasi dan lainnya.

5. Fungsi PPN sebagai fungsi pembiayaan negara

Fungsi PPN juga sebagai pembiayaan pengeluaran umum dan pembangunan nasional, salah satunya menciptakan lapangan pekerjaan dan lainnya.

D. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Jika ada objek yang dikenakan pajak, maka kebalikannya, juga akan ada objek yang dibebaskan dari pengenaan pajak.

Berikut adalah objek dan yang dikecualikan dari PPN alias yang masuk dalam daftar negative list PPN:

1. Barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

Impor Barang Kena Pajak.

Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.

Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.

2. Daftar Negatif List atau Bebas PPN

Tidak semua barang atau jasa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, ada sejumlah BKP/JKP yang masuk dalam daftar negative list atau tidak dikenakan PPN.

Pengecualian Pajak Pertambahan Nilai ini dikenakan terhadap barang/jasa tertentu yang diatur dalam UU Pajak Pertambahan Nilai.

a. Barang Tidak Kena Pajak

Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, asbes, batu bara, gas bumi, dan lain-lain).

Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan lainnya).

Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau restoran.

Uang dan emas batangan.

b. Jasa Tidak Kena Pajak

Jasa pelayanan medis

Jasa pelayanan sosial

Jasa keuangan

Jasa asuransi

Jasa keagamaan

Jasa pendidikan

Jasa kesenian dan hiburan

Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan

Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara

Jasa perhotelan

Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum

Jasa penyediaan tempat parkir

Jasa boga atau katering

Baca juga: Ketahui Cara Mudah Bayar dan Lapor PPN Jasa Luar Negeri

3. Barang/Jasa yang Dikeluarkan dari Daftar Negative List PPN dalam UU HPP

Seperti yang sudah disinggung di atas, dalam UU HPP ini memang dilakukan perluasan objek PPN.

Artinya, barang/jasa kena pajak dalam daftar negative list dikeluarkan dari pembebasan PPN, seperti:

Kebutuhan pokok

Jasa kesehatan

Jasa pendidikan

Jasa ppelayanan sosial

Beberapa jenis jasa lainnya

Namun, RUU HPP juga menegaskan bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil, tetap tidak perlu membayar atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial tersebut.

Ilustrasi pengecualian atau daftar negatif list PPN atau bebas Pajak Pertambahan Nilai

E. Dasar Pengenaan Tarif Pajak PPN

Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ).

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri dari:

1. Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.

2. Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

3. Nilai Impor

Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.

4. Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain

Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.

DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:

Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah harga jual.

Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1 angka 20 UU PPN).

Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.

Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.

Ilustrasi penyerangan barang kena pajak pertambahan nilai.

Baca juga: Fungsi SSPCP dan Penggunaannya bagi Eksportir & Importir

F. Tarif  PPN Terbaru 11% dan Kapan Tarif 12% Berlaku?

Sesuai Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN adalah sebagai berikut:

Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri

Tarif khusus PPN Ekspor 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.

Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Sedangkan ketentuan terbaru dalam UU HPP ini, besar tarif PPN adalah 11% dan 12%.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus.

Seiring dengan adanya tarif baru, maka tarif PPN 10% akan berakhir pada Maret 2022.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, berlakunya kenaikan tarif PPN terbaru dalam UU HPP tersebut dilakukan secara bertahap, yakni:

1. Tarif Umum

Tarif PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022

Tarif PPN 12% paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025

2. Tarif Khusus

Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu aau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang Bisa Dimanfaatkan PKP

Setidaknya ada beberapa fasilitas atau insentif Pajak Pertambahan Nilai yang bisa dimanfaatkan oleh PKP, di antaranya:

1. PPN Tidak Dipungut dan Dibebaskan

Pembebasan PPN diberikan pada Pengusaha Kena Pajak:

PKP yang menyerahkan barang/jasa kena pajak tertentu

Penyerahan pada perwakilan negara asing

Penyerahan pada badan internasional

Penyerahan dengan asas timbal balik/resiprokal

Sedangkan PPN tidak dipungut diberikan untuk penyerahan terkait dengan kawasan ekonomi tertentu.

Fasilitas pembebasan tarif Pajak Pertambahan Nilai ini diatur dalam UU PPN Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42/2009.

PPN yang dibebaskan ini memiliki kode transaksi 08, sementara yang tidak dipungut memiliki kode transaksi 07.

2. Fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP)

Insentif PPN DTP diberikan pada sektor properti yang diatur dalam PMK No.103/PMK.03/2021.

Insentif Pajak Pertambahan Nilai DTP properti ini diberikan untuk penyerahan rumah tapak baru dan unit hunian rumah susun baru.

Diskon DTP properti 100% untuk Pajak Pertambahan Nilai rumah atau unit dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.

Diskon PPN DTP properti sebesar 50% untuk rumah atau unit dengan harga di atas Rp2 miliar – Rp5 miliar.

3. PPN Tarif 0%

Pengenaan PPN 0% diberikan pada ekspor barang/jasa kena pajak, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai.

Pemberian insentif PPN 0% dilakukan perluasan jenis ekspor jasa kena pajak (JKP), yang mulai berlaku sejak 29 Maret 2021, diatur dalam PMK No. 32/PMK.03/2019.

Baca Juga: Cara Input PIB di e-Faktur 3.0 untuk Importir

G. Rumus Dan Cara Menghitung Tarif PPN

Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ). ?

Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Pajak Pertambahan Nilai = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak ( DPP )

Dasar pengenaan pajak terdiri dari:

1. Harga jual & penggantian

Harga jual dan penggantian adalah biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP/JKP.

2. Nilai ekspor & impor

Nilai ekspor dan impor adalah nilai yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP atau semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

3. Nilai lain

Sedangkan nilai lain ini diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin rasa keadilan yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

Contoh kasus 1:

Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain belum termasuk PPN, perhitungannya sebagai berikut:

Pada tanggal 3 Juli 2022 terjadi transaksi: PKP PT AAA di Semarang menjual 1 buah kulkas seharga Rp6.000.000 belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai kepada Bapak Kelik di Magelang.

Transaksi menjual di Semarang adalah penyerahan di dalam daerah pabean. Kulkas adalah barang kena pajak, yang menyerahkan kulkas adalah pengusaha kena pajak. Jadi transaksi atau peristiwa ini dikenai PPN.

Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.

Besarnya PPN terutang atas penyerahan kulkas pada tanggal 3 Juli 2022 di Semarang dihitung oleh PKP PT AAA di Semarang untuk dipungut dengan Faktur Pajak sebagai berikut:

Harga Jual/DPP PPN  x  Tarif PPN        = Rp6.000.000 x  10%

PPN terutang                                               = Rp   600.000

Bapak Kelik harus membayar ke PKP PT AAA sebesar Rp6.600.000, yang terdiri atas harga kulkas Rp6.000.000 dan Pajak Pertambahan Nilai Rp600.000.

 

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved